Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saat Saya Mengorbankan Kebenaran demi Persaudaraan

19 Oktober 2023   17:51 Diperbarui: 19 Oktober 2023   17:54 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin dengan judul yang saya berikan di atas, setiap dari kita yang membacanya pasti akan segera mempersalahkan saya. Dan memang benar, saya lebih suka dipersalahkan dari pada membuktikan orang lain bersalah atas konflik yang terjadi di antara saya dengan dia, terlebih bagi dia yang sudah menjadi rekan saya dalam waktu yang tidak singkat.

Ceritanya begini. Semoga dengan menceritakannya, teman-teman pembaca sekalian pun memahami saya tentang pilihan yang saya ambil.

Suatu hari saya sedang bersiap-siap untuk memimpin Perayaan Ekaristi bagi Siswa-Siswi dari Sekolah Menengah Pertama Katolik. Perayaan Ekaristi akan kami mulai pukul 07.30 WIB. 

Namun, karena suara band yang berasal dari sekolah yang letaknya persis di samping Gereja tempat kami akan merayakan Ekaristi masih ada, maka kami mengambil waktu untuk menunggu sampai pukul 08.00. 

Pikir kami, mereka akan segera berhenti. Apalagi Suster Kepala Sekolah SMP Katolik tersebut sudah mendatangi mereka untuk memberitahukan bahwa kami akan merayakan Ekaristi dan memohon agar bandnya dihentikan sejenak. Umumnya Perayaan Ekaristi memakan waktu kurang dari satu jam.

Jam dinding Gereja menunjukkan pukul 08.05, namun suara band dari Sekolah sebelah masih bersuara dengan gagahnya. Akhirnya saya putuskan untuk memulai Perayaan Ekaristi di tengah keributan suara band yang ada.

Akibat dari suara band tersebut, saya sendiri hampir tidak bisa mendengar suara siswa yang membacakan Sabda Tuhan saat itu. Hal yang sama juga terjadi pada saya saat sedang membacakan Sabda Tuhan dari Buku Injil. 

Saat homily, atau menjelaskan isi Sabda Allah yang baru saja dibacakan, situasinya juga sama. Setiap pertanyaan yang saya ajukan kepada para siswa tidak mendapat jawaban yang jelas. Saya mengerti, bukan karena mereka tidak mengerti isi pertanyaan saya, tetapi karena terganggu dengan suara yang ada.

Akhirnya, Perayaan Ekaristi pun berakhir. Saya bersyukur bahwa Perayaan Ekaristi bisa berlangsung, sekalipun dengan gangguan suara yang ada.

Seusai Perayaan Ekaristi, awalnya saya berencana hendak mengunjungi kepala sekolah dari sekolah yang membunyikan band tersebut. Sampai saat Perayaan Ekaristi usai, festival band mereka belum juga berhenti. Namun saya mengurungkan niat itu. Alasannya, saya takut melukai hati mereka karena membuat mereka mengerti betapa terganggunya kami menghayati Perayaan Ekaristi dengan suara band yang mereka lakukan.

Hingga tulisan ini saya buat, saya tidak pernah menyinggung tentang hal itu kepada kepala sekolah atau pun kepada bapak-ibu guru lainnya. Saat berpapasan dengan mereka, saya tetap memberikan sikap yang baik sebagaimana mestinya. Sekolah yang saya maksudkan itu adalah Sekolah Katolik yang harusnya segera mengerti ketika kami memohonkan keheningan saat hendak memulai Perayaan Ekaristi.

Saya dengan kepala sekolah tersebut bertetangga. Setiap dua kali seminggu, saya memimpin Perayaan Ekaristi di komunitas mereka. Relasi persahabatan kami sebagai kaum berjubah Katolik telah terbina dengan sangat baik. Karena itulah saya tidak mau jika perosalan keributan yang kami alami saat merayakan Ekaristi tersebut menjadi awal pertengkaran kami.

Mungkin saya terlalu naif jika berpikir demikian, bahwa mereka akan segera tersinggung saat saya mengingatkan mereka tentang kesalahan itu. Namun, hati kecil ku berkata agar saya segera memaafkan mereka dan memaklumi keadaan yang mereka lakukan.

Saya percaya, akan tiba waktunya untuk saling memberi koreksi bersama satu sama lain. Saat itu tidak mungkin ada yang sakit hati karena motivasinya ialah saling mengoreksi dengan prinsip persaudaraan yang baik dan benar.

Lagi pula, pengalaman tersebut justru menjadi sarana latihan bagi saya untuk tidak bersikap agresif dengan keadaan kurang enak yang ditimbulkan dari lingkungan sekitar. Setiap persoalan pasti ada alasannya dan maksud hati untuk melukai atau mengganggu umumnya jarang menjadi alasan untuk persoalan yang ada di antara mereka yang telah menjalin persaudaraan sekian lama. Itu keyakinan saya.

Sejauh informasi yang saya dapat, mereka terlanjur membuat jadwal kegiatan sekolah untuk festival band yang waktunya bersamaan dengan saat kami hendak merayakan Ekaristi. Saya memahami hal itu dan berharap agar ke depannya bisa diatasi lewat jalinan komunikasi yang diciptakan satu sama lain.

Salam kebaikan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun