Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Larangan Menerima Komuni Kudus bagi Keluarga Katolik yang Bercerai dan Nikah Lagi

17 November 2021   10:55 Diperbarui: 17 November 2021   22:55 13525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Landasan Norma

Gereja Katolik melarang keluarga Katolik yang bercerai dan nikah lagi untuk menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi. Hal ini berkaitan dengan sifat perkawinan Katolik itu sendiri yaitu unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (tak terceraikan). 

Itu artinya, meskipun mereka telah bercerai secara sipil namun di mata Gereja, mereka (suami-istri yang bercerai tersebut) tetap dipandang sebagai suami-istri yang sah. Dan lagi, pernikahan mereka yang baru itu dilihat sebagai ikatan yang tidak sah.

Perkawinan Katolik yang tidak terceraikan itu sesuai dengan kehendak Pencipta, bahwa sejak awal mula Allah menciptakan Laki-laki dan Perempuan dan Laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. 

Mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (lihat Matius 19:5-6). Dengan demikian hendak dikatakan bahwa kesetiaan dalam Perkawinan Katolik itu terjadi seumur hidup dan dalam keadaan apa pun.

Perkawinan Katolik juga menjadi gambaran dari ikatan antara Kristus dengan Gereja-Nya yang ditampakkan secara nyata dalam Ekaristi. Oleh karena itu, sebagaimana Kristus senantiasa setia kepada Gereja-Nya demikianlah hendaknya setiap orang yang menikah setia kepada pasangannya.

Atas dasar inilah Gereja juga mendasarkan aturannya tentang larangan menerima komuni kudus bagi keluarga Katolik yang bercerai dan nikah lagi.

Merujuk pada pernyataan Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostolik Familiaris Consortio (22 November 1981) dikatakan bahwa orang Katolik yang telah bercerai secara sipil dan nikah kembali di luar Gereja tidak diizinkan menyambut komuni karena keadaan dan kondisi hidup mereka secara objektif bertentangan dengan persatuan kasih antara Kristus dan Gereja yang dilambangkan dan dihadirkan oleh Ekaristi (FC 84).

Pernyataan Paus tersebut juga ditegaskan kembali oleh Kongregasi Ajaran Iman kepada Para Uskup Gereja Katolik tentang Penerimaan Komuni Suci oleh Kaum Beriman yang Cerai dan Nikah Lagi. 

Dikatakan dalam surat itu bahwa para gembala wajib mengingatkan kaum beriman akan ajaran Gereja tentang perayaan sakramen-sakramen, khususnya penerimaan komuni suci bahwa mereka yang cerai dan nikah lagi tidak dapat menerima komuni (Kongregasi Ajaran Iman tentang Larangan Menerima Komuni nomor 3).

Tindakan Pastoral yang Perlu

Namun demikian, Gereja tidak serta merta meninggalkan mereka yang terkena aturan tentang larang menerima komuni tersebut. Gereja diminta melakukan pendampingan untuk membantu mereka menyadari kekeliruan yang mereka lakukan dan kemudian menyesalinya dengan sungguh.

Tindakan lainnya yang juga menjadi perhatian Gereja ialah memperhatikan dengan sungguh faktor yang menyebabkan perceraian itu terjadi. 

Misalnya bila mereka ditinggalkan dengan tidak adil meskipun mereka jujur berusaha menyelamatkan perkawinan sebelumnya atau bila mereka yakin bahwa perkawinan sebelumnya itu tidak sah meskipun tak mampu membuktikannya dalam tata lahir atau bila mereka sudah menjalani periode lama untuk refleksi dan tobat, atau juga karena alasan secara moral wajar mereka tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah. Bagi alasan-alasan tersebut, Gereja memberi izin untuk menerima Komuni Kudus.

Gereja juga memberikan izin menerima komuni bagi mereka yang hidup dalam perkawinan yang tidak sah dan karena alasan serius tidak dapat pisah jika setelah menerima absolusi sakramental, mereka melakukan pantang mutlak sebagai suami-istri. 

Artinya sekalipun mereka telah hidup layaknya sebagai suami istri dalam satu ikatan perkawinan namun karena ikatan itu tidak sah maka mereka diwajibkan untuk bertarak sempurna dan menghindari sandungan.

Aturan tentang larangan menerima komuni ini bukanlah merupakan hukuman atau diskriminasi melawan mereka yang cerai dan nikah lagi melainkan ungkapan atas situasi objektif mereka yang bertentangan dengan perjanjian kasih antara Kristus dan Gereja yang membuat ekaristi tampak dan hadir. 

Hal itu tentunya menjadi ungkapan objektif pula bahwa mereka tidak mungkin  menerima komuni (lihat Kongregasi Ajaran Iman tentang Larangan Menerima Komuni nomor 4).

Selain itu, larangan ini hanya berlaku pada penerimaan komuninya saja bukan untuk mengikuti Perayaan Ekaristi secara keseluruhan. Artinya, sekalipun mereka terhalang untuk menerima komuni namun mereka tetap diizinkan mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja. Mereka tetap diizinkan berpartisipasi dalam kurban Kristus ekaristis, komuni rohani, doa, renungan Sabda Allah, karya kasih sesama dan keadilan.

Referensi lain tentang artikel ini diambil dari Kitab Hukum Kanonik (Kanon 915 dan 916), Katekismus Gereja Katolik nomor 1650-1651 dan Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi yang disusun oleh Konferensi Waligereja Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun