Tindakan Pastoral yang Perlu
Namun demikian, Gereja tidak serta merta meninggalkan mereka yang terkena aturan tentang larang menerima komuni tersebut. Gereja diminta melakukan pendampingan untuk membantu mereka menyadari kekeliruan yang mereka lakukan dan kemudian menyesalinya dengan sungguh.
Tindakan lainnya yang juga menjadi perhatian Gereja ialah memperhatikan dengan sungguh faktor yang menyebabkan perceraian itu terjadi.Â
Misalnya bila mereka ditinggalkan dengan tidak adil meskipun mereka jujur berusaha menyelamatkan perkawinan sebelumnya atau bila mereka yakin bahwa perkawinan sebelumnya itu tidak sah meskipun tak mampu membuktikannya dalam tata lahir atau bila mereka sudah menjalani periode lama untuk refleksi dan tobat, atau juga karena alasan secara moral wajar mereka tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah. Bagi alasan-alasan tersebut, Gereja memberi izin untuk menerima Komuni Kudus.
Gereja juga memberikan izin menerima komuni bagi mereka yang hidup dalam perkawinan yang tidak sah dan karena alasan serius tidak dapat pisah jika setelah menerima absolusi sakramental, mereka melakukan pantang mutlak sebagai suami-istri.Â
Artinya sekalipun mereka telah hidup layaknya sebagai suami istri dalam satu ikatan perkawinan namun karena ikatan itu tidak sah maka mereka diwajibkan untuk bertarak sempurna dan menghindari sandungan.
Aturan tentang larangan menerima komuni ini bukanlah merupakan hukuman atau diskriminasi melawan mereka yang cerai dan nikah lagi melainkan ungkapan atas situasi objektif mereka yang bertentangan dengan perjanjian kasih antara Kristus dan Gereja yang membuat ekaristi tampak dan hadir.Â
Hal itu tentunya menjadi ungkapan objektif pula bahwa mereka tidak mungkin  menerima komuni (lihat Kongregasi Ajaran Iman tentang Larangan Menerima Komuni nomor 4).
Selain itu, larangan ini hanya berlaku pada penerimaan komuninya saja bukan untuk mengikuti Perayaan Ekaristi secara keseluruhan. Artinya, sekalipun mereka terhalang untuk menerima komuni namun mereka tetap diizinkan mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja. Mereka tetap diizinkan berpartisipasi dalam kurban Kristus ekaristis, komuni rohani, doa, renungan Sabda Allah, karya kasih sesama dan keadilan.
Referensi lain tentang artikel ini diambil dari Kitab Hukum Kanonik (Kanon 915 dan 916), Katekismus Gereja Katolik nomor 1650-1651 dan Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi yang disusun oleh Konferensi Waligereja Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H