Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Murid berarti Mengedepankan Tuhan: Renungan atas Lukas 14:25-33

6 November 2021   17:37 Diperbarui: 6 November 2021   22:34 16578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

"Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalan-Nya.sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: 'Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku'" Luk 14:25-27)

Dalam dunia tafsir Kitab Suci, ada yang disebut dengan metode allegoris. Metode ini dapat dimengerti sebagai kiasan atau mencari makna di balik kata-kata yang tertulis di dalam teks. Umumnya metode ini sangat sering digunakan untuk mengerti isi dan pesan dari Kitab Suci yang dibacakan atau pun yang direnungkan.

Dalam Injil yang dikarang oleh Santo Lukas (Luk 14:25-33) Yesus menceritakan tentang syarat-syarat untuk menjadi murid-Nya. Syarat-syarat itu ialah berbunyi demikian: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku".

Terkesan syarat-syarat itu keras dan Yesus menghendaki kebencian. Namun apa yang hendak disampaikan Yesus dari syarat-syarat itu ialah bahwa setiap orang yang ingin menjadi murid-Nya haruslah mencintai-Nya dengan sepenuh hati. Cinta kepada-Nya harus lebih besar dari pada cinta kepada keluarga dan juga kepada diri sendiri. Itulah syarat yang diminta oleh Yesus kepada banyak orang yang berduyun-duyun mengikuti-Nya dalam perjalanan-Nya. Di sinilah metode allegoris itu mengambil perannya sehingga setiap orang dapat memahami dan memetik pesan dari syarat-syarat yang dikatakan oleh Yesus tersebut.

Namun yang menarik dari kisah Injil ini ialah tentang struktur perjalanan antara Yesus dengan orang banyak yang mengikuti-Nya. Dari pernyataan "Sambil berpaling..." nampaklah kepada kita bahwa posisi Yesus saat itu berada di depan sementara orang banyak tersebut di belakang.

Di sini metode tafsir allegoris juga berlaku. Struktur perjalanan itu memiliki arti bahwa sebagai murid Yesus, Yesus harus selalu di depan. Dialah komando atas perjalanan yang para murid lalui di dunia ini dan setiap orang yang menjadi murid-Nya harus mengikuti arahan dan tuntunan-Nya.

Ada hal buruk yang terjadi jika posisi itu dibalik, Yesus berada di belakang sementara para murid di depan. Hal buruk yang pertama ialah bukan Yesus lagi yang menjadi komando tetapi para murid. Dengan demikian, mereka tidaklah layak disebut sebagai murid Yesus tetapi Yesuslah yang menjadi murid atas mereka.

Hal buruk yang kedua ialah tentang kebebasan untuk mengikuti Yesus. Saat Yesus yang berada di belakang, itu artinya komando sepenuhnya berada pada Yesus dan para murid terikat untuk mengikuti arahan dari belakang. Ibaratnya ialah robot yang harus "diremot" dari belakang. Kalau Tuhan minta ke kiri, maka para murid harus ke kiri. Kalau Tuhan meminta ke kanan, para murid harus ke kanan. Hal itu membuat para murid tidak memiliki otonomi dalam dirinya sendiri, padahal Tuhan sangat menghargai otonomi kita sebagai manusia.

Oleh karena itu, Injil Lukas 14:25-33 ini hendak mengatakan kepada kita, orang yang percaya kepada Tuhan dan tentunya adalah murid-murid-Nya, agar dalam seluruh pergerakan hidup kita di dunia ini hendaknya mengedepankan Yesus. Dibutuhkan kesadaran bahwa yang kita ikuti itu ialah Tuhan bukan diri kita sendiri dan bahwa dalam mengikuti-Nya membutuhkan keteguhan hati.

Mengedepankan Yesus berarti menjadikan Tuhan sebagai arah dan tujuan dari tindakan kita setiap saat. Apa yang menjadi patokannya agar kita benar dalam mengedepankan Dia?

Kita ingat perintah utama dan terutama yang Ia utarakan, yaitu perintah cinta kasih: Mengasihi Tuhan Allah dengan seutuh-utuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri (lihat Mat 22:34-40, Mrk 12:28-34 dan Luk 10:25-28). Inilah patokannya yang membuat kita mengerti dan sekaligus mengoreksi apakah dalam hidup ini kita sudah mengedepankan Tuhan atau belum. Patokan ini juga yang menjadi ukuran kalau kita sudah memenuhi syarat sebagai murid Tuhan atau belum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun