Saya suka menulis. Rasa suka ini mulai muncul dan berkembang saat saya mengenal Kompasiana dan bergabung di dalamnya sebagai kompasianer. Sejak saat itu, hampir setiap hari ada tuntutan dalam diri untuk membuat sekurang-kurangnya satu artikel.
Memang tuntutan itu terkadang menyiksa. Itu terjadi saat saya sama sekali tidak mendapat inspirasi untuk menulis. Akibatnya setiap kali tidak berhasil membuat artikel dalam satu hari, ada kegelisahan di dalam diri.
Namun saya tidak mau bertahan dalam keadaan yang gelisah tersebut. Bertahan dalam rasa gelisah atau pun meratapi kegelisahan, hanya akan membuat diri menjadi sakit dan bahkan bisa menjadi stress.
Tentang menjadi stress, saya tidak mau menjadi stress hanya karena tidak bisa menemukan inspirasi untuk menulis.Â
Meskipun saya suka untuk menulis dan bercita-cita untuk menjadi seorang penulis, namun bukan berarti saya harus mengorbankan kebahagiaan ku, dan mengorbankan hidupku hanya untuk itu. Bagiku, menulis itu bukanlah tujuan tetapi sarana bagi hidup.Â
Dengan menulis, saya bisa mengolah apa yang saya rasakan sehingga rasa itu menjadi rasional dan berdaya positif bagi sikapku.Â
Dengan menulis saya berlatih mengolah gagasan dengan baik dan benar sehingga apa yang ada dalam pikiranku itu tidak hanya tinggal di kepala tetapi mewujud dalam tulisan yang membuatnya semakin mudah dijangkau oleh banyak orang.Â
Hal ini menjadi penting bagi saya karena saya adalah pribadi yang mudah gugup saat berbicara di hadapan banyak orang. Jadi dengan menulis, gagasan saya itu bisa tersampaikan.
Dengan menuangkan gagasan ke dalam tulisan, saya juga menjadi terbuka terhadap kritikan atau pun masukan dengan demikian secara perlahan saya pun semakin berkembang dalam gagasan.
Itulah alasannya mengapa saya melihat bahwa menulis itu adalah sarana bukan tujuan yang harus dicapai.