Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berbohong Itu Manis di Mulut Namun Pahit di Hati

10 Maret 2021   22:31 Diperbarui: 10 Maret 2021   22:38 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa menit berbicara tentang rekoleksi, beliau bertanya kepada ku tentang keberadaan para saudara lainnya. Lalu saya memberi jawab bahwa saya tidak mengetahuinya. Saya juga menjelaskan kepada beliau bahwa saya bersama para mahasiswa baru saja kembali dari kebun. Setelah itu, kami pun berpisah.

Sebenarnya saat berbincang-bincang dengan beliau, perasaan ku sudah tidak enak. Saya selalu memikirkan kebohongan yang baru saja kukatakan kepada beliau bahwa sesungguhnya saya tidak sedang mempersiapkan materi rekoleksi melainkan tidur. Namun karena saya takut dinilai pemalas, akhirnya saya pun berkata yang tidak sebenarnya kepada beliau.

Dari pengalaman sore itu saya pun mengerti bahwa ternyata berbohong itu manis di mulut namun pahit di hati. Saat beliau menanyakan tentang kegiatan ku di kamar, spontan bibir ku ini mengucapkan sesuatu yang hebat dan patut dipuji, yaitu mempersiapkan materi rekoleksi. Dengan jawaban ku ini, saya menduga bahwa beliau akan menilai saya sebagai pribadi yang bertanggung jawab.

Namun nyatanya tidaklah demikian. Saya tidak mempersiapkan materi rekoleksi, melainkan tidur. Dan karena kebohongan ini, maka saya pun merasa tidak enak, terlebih untuk diri ku sendiri. Saya yang tahu kalau saya berbohong dan karena itu, saya tidak hanya membohongi bapak komunitas kami, melainkan juga hati ku sendiri. Perasaan inilah yang membuat batin ku menjadi tidak tenang.

Akhirnya, tibalah saat yang tepat bagi ku untuk meminta maaf dan mengakui kesalahanku. Saat yang tepat itu ialah saat semua anggota komunitas telah masuk ke kamarnya masing-masing sementara bapak komunitas kami tersebut sedang berada di ruang kerjanya.

Saya pergi menjumpai beliau. Setelah diizinkan masuk, maka saya pun langsung meminta maaf dan mengakui kesalahanku. Saya tidak punya nyali lagi menyusun kata-kata yang hebat untuk menyampaikan permintaan maafku dan mengakui kesalahanku. 

Saya hanya ingin merasa damai dengan apa yang telah kuperbuat di sore itu. Dan syukur kepada Tuhan karena beliau memaafkan ku. Beliau juga menyampaikan kalau dirinya mengetahui bahwa sore itu kami baru saja kembali dari kebun dan karena itu, ia memaklumi rasa lelah yang kurasakan sore itu.

Setelah keluar dari ruang kerja beliau, saya merasa damai. Bukan saja karena beliau memaafkan ku, tetapi juga karena beliau menaruh perhatian kepada ku saat ia mengetahui bahwa kami baru saja kembali dari kebun.

Syukur kepada Tuhan atas pengalaman sore dan malam hari ini. Semoga pengalaman ini menguatkan pengertian ku bahwa berbohong itu tidaklah baik. Ia hanya terasa manis di mulut namun pahit di hati. Dan karena hati adalah bagian terpenting dari diri kita sendiri, maka berbohong harus selalu dihindari karena bisa melukai hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun