Beberapa hari terakhir ini, saya belum menulis satu artikel pun untuk dimuat di Kompasiana. Hal itu menjadi masalah bagiku karena melanggar niat pribadi yang sudah saya tetapkan sebelumnya yaitu menulis minimal satu artikel setiap harinya.
Selama beberapa hari itu juga, saat satu artikel pun tidak bisa saya tulis, ada perasaan gelisah di dalam hati. Ada keinginan dalam diri untuk menulis, namun entah mengapa, saat hendak melakukannya, tidak ada satu inspirasi pun yang keluar.Â
Saat hendak mengulangi semua perjalanan hidup selama satu hari dan berharap agar menemukan satu inspirasi untuk menulis, namun yang muncul ialah suatu anggapan yang menyatakan bahwa pengalaman itu bersifat biasa-biasa saja. Karena sifatnya biasa-biasa saja, dan tidak ada yang istimewa, maka semangat untuk menuangkannya ke dalam tulisan pun tidak ada.
Begitulah seterusnya yang terjadi hingga saat artikel ini saya tulis. Sebenarnya, artikel ini pun tidaklah didasari oleh suatu inspirasi yang istimewa, sebagaimana yang telah kusyaratkan sebagai sebuah inspirasi untuk menulis.Â
Namun karena sudah beberapa hari belakangan ini tidak ada satu artikel pun yang saya muat di Kompasiana, maka saya berusaha "memaksa diri" untuk membuat satu artikel. Saya beranggapan bahwa inilah saatnya untuk memutus kealpaan dalam menulis.
Saya menyadari apa yang sedang terjadi dalam diri saya, terkait dengan menulis ini. Kesulitan dalam menemukan inspirasi setiap kali hendak menulis terjadi karena selama ini saya tidak menjaga konsistensi dalam menulis. Konsistensi itu terkait dengan waktu untuk menulis.
Umumnya artikel saya itu berangkat dari kisah pengalaman hidup sehari-hari dan itu sangat menyenangkan, karena sambil mengulangi kembali apa yang telah kita alami dalam satu harinya, kita juga bisa mengoreksi diri jika di dalamnya kita telah berbuat kesalahan sehingga ke depannya kita bisa menjadi lebih baik lagi.
Tulisan tentang pengalaman ini saya buat di malam hari. Malam hari menjadi waktu yang tepat karena malam adalah penutup waktu untuk satu hari. Pada saat itu, heningnya malam membantu kita masuk ke dalam diri kita sendiri untuk menemukan kembali apa yang telah kita alami selama satu hari yang akan berlalu.
Namun adakalanya menulis itu saya lakukan di pagi hari. Itu terjadi karena pada malam itu, saya kehabisan waktu dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan lain seperti menonton, bermain gadget dan ngobrol sampai larut malam. Akhirnya, ketika masuk ke kamar, badan pun lelah dan rasa ngantuk lebih besar dorongannya dari pada rasa untuk menulis.
Godaan lain yang muncul juga saat itu ialah perkataan dalam diri yang mengatakan bahwa "masih ada waktu esok, untuk apa memaksa diri malam ini." Padahal paginya, saya sudah disuguhi oleh beberapa rutinitas bersama yang wajib hukumnya untuk dilakukan.