Tadi pagi, 16 Februari 2021, tepatnya pukul 10.00 WIB, saya mengalami suatu pengalaman yang sungguh luar biasa. Ceritanya demikian.
Saat itu saya sedang pergi membeli mie goreng di sebuah warung. Saya tidak memakan mie gorengnya di warung itu. Saya lebih suka memakannya di rumah karena lebih nyaman.
Sepulang dari sana, saya bertemu dengan seorang ibu yang sedang mengorek-ngorek di tong sampah. Pakaiannya kumuh dan beliau tampak sangat kelalahan. Barangkali karena jauhnya perjalanan yang sudah ia tempuh dan panasnya terik matahari saat itu. Iya benar, sudah hampir sebulan terjadi musim kemarau di kota Gunungsitoli ini.
Saat melihat beliau, saya segera mendekatinya. Sambil memberi sapaan, saya pun memberi mie goreng yang saya beli itu kepadanya. Itu kulakukan dengan spontan atau tanpa pikir panjang lagi. Mungkin rasa iba telah dengan sendirinya menggerakkan ku untuk melakukannya.
Tetapi ibu itu tidak segera menerimanya. Lama beliau menatapku dengan matanya yang sayu. Namun setelah saya mencoba meyakinkan beliau untuk menerimanya sambil memasang wajah yang ramah, akhirnya beliau pun menerimanya.
Dengan nada yang pelan, beliau mengucapkan terima kasih kepada ku, dan saya pun membalasnya dengan berkata, "Iya ibu. Sama-sama".
Setelah itu saya segera kembali ke rumah. Sebenarnya saya ingin kembali ke warung untuk membeli mie goreng satu lagi. Namun rasa laparku sudah hilang. Mungkin karena fokus pikiranku saat itu tertuju pada rasa bahagia yang kurasakan sesaat setelah saya memberikan mie goreng untuk ibu itu.
Jujur, saya sangat senang saat itu. Entah mengapa? Rasa itu keluar dengan sendirinya dari dalam hatiku, terlebih saat saya berhasil menyakinkan ibu itu untuk menerimanya. Namun meskipun demikian, saya bersyukur karena perasaan yang kurasakan saat itu.
Rasa senang yang kurasakan saat memberikan mie goreng kepada ibu itu lah yang menjadi alasan ku untuk menulis artikel ini. Saya ingin mengabadikannya, bukan tentang perbuatan ku yang memberi itu, tetapi rasaku saat memberi tersebut. Saya merasa bahwa rasa ku itu layak menjadi inspirasi bagi ku untuk, ke depannya, berani berbagi kepada mereka yang membutuhkan.
Dari pengalaman itu saya mengerti bahwa berbagi itu memang menyenangkan. Mengapa menyenangkan? Saya tidak tahu. Saya hanya ingin mengungkapkan perasaan ku saat itu.