Suatu hari, saya sedang mengikuti Perayaan Ekaristi di Gereja. Seperti biasanya, saya duduk di bangku paling depan. Tujuanku ialah agar bisa fokus menghayati perayaannya dan juga mampu mendengarkan secara utuh isi homili dari pastor yang memimpin perayaan tersebut.
Tiba-tiba lonceng tanda dimulainya Perayaan berbunyi. Biasanya, saat itu juga yang bertugas sebagai pemimpin lagu atau dirigen harusnya sudah berada di tempatnya. Namun saat itu tidak ada seorang pun di sana.
Lalu seorang bapak yang berada di belakang ku segera memukul bahu ku dan meminta agar saya maju ke depan untuk menjadi dirigen. Saya segera menolak karena saya tidak tahu bagaimana memimpin lagu dan lagi pula suara ku hampir selalu fals saat bernyanyi.
Namun karena bapak itu selalu mendesak sampai mengundang perhatian dari beberapa umat lainnya, maka saya pun segera maju untuk menjadi dirigen saat itu.
Selama perayaan itu, saya lah yang menjadi dirigen. Saya membawakannya sesuai dengan apa yang pernah saya lihat saat orang menjadi dirigen. Namun saya membawanya dengan mulut tertutup karena takut mengganggu suara umat lainnya dengan suara ku yang fals.
Akhirnya selama perayaan itu, fokus saya tidak lagi tentang penghayatan dan homili melainkan pertanyaan yang selalu muncul dalam hati, "kapan perayaan ini berakhir?".
Jujur, saya merasa sangat malu dengan peristiwa itu. Namun saya tidak bisa berkata apa-apa karena memang situasinya sangat mendesak, berhubung petugas yang telah diunjuk ternyata berhalangan.
Seusai perayaan, saya tidak segera keluar dari gereja. Saya mengambil beberapa menit untuk duduk sambil membiarkan pikiranku lari ke mana ia suka. Saat itu, pikiran ku membuka kembali peristiwa saat saya menjadi dirigen selama perayaan itu.
Pikiran ku semakin berkecamuk saat seorang ibu memberi koreksian kepada ku. Beliau meminta agar saya turut bernyanyi saat menjadi dirigen. Lalu saya minta maaf kepada beliau dan menjelaskan bahwa bukan saya yang menjadi petugas dirigen saat itu.
Bapak yang meminta saya untuk menjadi dirigen sudah pulang. Sebenarnya saya ingin mengatakan kepada beliau bahwa saya benar-benar tidak bisa menjadi dirigen ditambah lagi suara ku yang fals saat bernyanyi.