Suatu pagi saya pergi menemani Pastor untuk memimpin Perayaan Ekaristi di salah satu komunitas susteran yang ada di kota. Komunitas itu belum pernah saya kunjungi sebelumnya sehingga Pastor Paroki meminta saya untuk menemaninya. Tujuannya ialah agar kelak saat saya menjadi pastor dan hendak memimpin Perayaan Ekaristi di komunitas itu, saya tidak lagi kewalahan menemukan tempatnya.
Pagi itu saya yang menyetir. Sekali lagi tujuannya ialah agar saya bisa mengingat rute menuju tempat itu.
Sekitar 20 menit waktu yang kami tempuh untuk bisa tiba di tempat itu. Kebetulan saat itu adalah pagi hari maka lalu lintas masih sepi sehingga saya bisa melajukan mobil dengan lebih cepat.
Setibanya di sana, saya segera membantu pastor untuk mengenakan pakaian liturginya. Setelah itu kami menunggu sampai para suster selesai melaksanakan ibadat pagi mereka.
Saat ibadat pagi selesai, seorang suster membunyikan lonceng pertanda kalau Perayaan Ekaristi akan dimulai. Kami berarak menuju panti imam diiringi dengan lagu pembukaan. Lalu Perayaan Ekaristi berjalan seperti biasanya.
Seusai Perayaan Ekaristi, kami diundang untuk sarapan dan kami menerima undangan tersebut.
Saat sarapan sedang berlangsung saya mencoba membuka pembicaraan sambil terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada para suster. Satu persatu-satu para suster juga memperkenalkan diri mereka. Itu terjadi karena permintaan saya, sebab tidak adil rasanya jika hanya saya yang memperkenalkan diri sementara mereka belum juga saya kenal.
Setelah perkenalan selesai kami melanjutkan sarapan sambil berbincang-bincang. Di tengah perbincangan, saya mengajukan pertanyaan kepada salah seorang suster yang berasal dari paroki tempat saya menjalani Tahun Orientasi Pastoral kala itu.
Dengan rasa percaya diri yang tinggi saya bertanya kepadanya apakah dia mengenal saya atau tidak. Ternyata beliau tidak mengenal ku. Lalu saya juga bertanya apakah dia mengenal para pastor yang sebelumnya bertugas di tempat itu dan ternyata dia mengenalnya. Saat mendengar jawaban suster itu saya pun memberi alasan mengapa saya bertanya tentang itu kepada beliau, yaitu barangkali beliau mau menjadi suster karena melihat saya.
Mendengar perkataanku itu, tiba-tiba seorang suster yang berada di sampingnya berkomentar demikian: "Ih, sok kali", dan seketika itu juga kami semua menjadi hening.
Melihat situasi itu pastor paroki angkat bicara dengan mengatakan bahwa itu bersifat rahasia dan tidak mungkin diungkapkan pada saat itu.
Akhirnya percakapan berlangsung kembali, namun keseruannya tidak seperti yang semula. Saya sendiri juga merasa malu dengan apa yang baru saja terjadi, namun saya sadar kalau itu semua terjadi karena kesalahanku. Akulah yang membuat peristiwa itu tidak seperti keseruan yang semula dan kami pun berbincang seadanya.
Setelah sarapan selesai, kami pamit untuk pulang ke paroki. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih karena telah diberi sarapan dan para suster juga mengucapkan terima kasih karena telah dilayani Perayaan Ekaristi.
Dari pengalaman pagi itu saya mengerti bahwa rasa sombong itu tidak enak, malahan mempermalukan diri sendiri. Mungkin saya tidak sengaja untuk bersikap sombong karena saya tahu itu tidak baik. Namun apa yang saya katakan kepada mereka adalah perkataan orang sombong. Perkataan saya yang mengatakan bahwa barangkali karena sayalah maka suster itu menjadi suster, telah menunjukkan seolah-olah saya berperan penting dalam panggilan suster itu. Padahal nyatanya tidak lah demikian, bahkan suster itu pun tidak mengenal saya.
Pagi itu sungguh merupakan pengalaman yang memalukan bagi saya dan rasa malu itu semakin hebat karena itu terjadi di tempat yang baru saja saya kunjungi.Â
Namun itu akan menjadi pelajaran bagiku untuk tidak lagi bersikap sombong, atau setidaknya menahan diri untuk tidak terlalu percaya diri, bukan saja untuk orang yang baru saya kenal tetapi juga kepada semua orang.Â
Dan saya juga berharap agar pertemuan pagi itu tidak menciderai pertemuan kami selanjutnya karena saya tahu bahwa itu bukanlah pertemuan terakhir bagi kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H