Hampir di dua pekan terakhir ini, Front Pembela Islam (FPI) tengah menuai banyak sorotan. Sorotan yang pertama ialah ketika mereka melakukan penjemputan imam besar mereka, yaitu Muhammad Rizieq Shihab (MRS) pada 10 November 2020.
Diketahui dari berbagai media massa, penjemputan itu menimbulkan kerumunan yang besar jumlahnya. Mengingat saat ini kita tengah menghadapi pandemi Covid-19, maka kerumunan tergolong sebagai sebuah pelanggaran keras karena membahayakan keselamatan manusia.Â
Kerumunan adalah kondisi yang baik bagi penularan covid-19. Oleh karena itu, tanpa mencurigai motivasi mereka terkait dengan kerumunan yang terjadi, FPI telah melakukan suatu pelanggaran.
Sialnya, kerumunan itu tidak berhenti sampai di situ. Saat menggelar acara Maulid Nabi, mereka juga menciptakan kerumunan. Dan terakhir, kerumunan terjadi saat mereka menggelar acara pernikahan dari putri imam besar mereka, Syarifah Najwa Shihab, pada 14 November 2020.
Sekali lagi, sungguh merupakan hal yang sangat disayangkan. Kita tengah berupaya melakukan perlawanan terhadap Covid-19, namun mereka, entah disengaja atau tidak, menciptakan kerumunan.
Sorotan kedua ialah ketika artis Nikita Mirzani mengungkapkan suatu pernyataan yang bagi mereka merupakan penghinaan kepada MRS. Buntut dari peristiwa itu ialah munculnya kata-kata tidak sopan dari Ust Maheer dan juga MRS. Sejak saat itu, perseturuan antara Nikita dengan pihak FPI terjadi. Keduanya saling melapor kepada pihak kepolisian.
Sorotan ketiga terjadi ketika beberapa pihak terkena dampak dari kerumunan yang diciptakan oleh kelompok FPI. Mulai dari pemecatan Kapolda hingga pemanggilan dua gubernur, yaitu Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Kini status kedua gubernur tersebut sedang dalam proses.
Selain dari pihak-pihak tersebut, polisi juga memanggil beberapa pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan yang digelar oleh FPI tersebut. Mereka ialah MRS dan keluarganya serta beberapa anggota lainnya dari FPI itu sendiri.
Sorotan yang keempat ialah ketika TNI, yang dimoderatori oleh Mayjen Dudung Abdurachman, menurunkan baliho dan spanduk yang bergambar imam besar FPI. Peristiwa itu menuai banyak polemik.
Dari pihak FPI, dan beberapa pihak lainnya, menilai bahwa apa yang dilakukan oleh TNI tersebut tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari TNI. Namun pihak pangdam sendiri menjawab bahwa kegiatan itu dilakukan sebagai peringatan agar tidak mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.