Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah TOP di Pulau Nias (Bagian 17)

7 November 2020   09:58 Diperbarui: 7 November 2020   10:05 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan siang seadanya (dok.pri)

Dipecat sebagai Bapak Komunitas

Sudah menjadi kebiasaan di paroki tempat saya menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP), setiap kali ada anggota yang baru bergabung maka ia akan diberi tanggung jawab sebagai bapak komunitas. Oleh karena saya adalah anggota baru di komunitas tersebut, maka saya pun diangkat oleh pastor paroki sebagai bapak komunitas.

Awalnya saya terkejut dengan kepercayaan tersebut karena beranggapan bahwa seorang bapak komunitas haruslah mereka yang telah berpengalaman di komunitas tersebut. Namun kasusnya berbeda dengan komunitas kami.

Kepercayaan sebagai bapak komunitas diberi kepada anggota baru untuk bisa secara lebih mudah mengenal serba-serbi di dalam komunitas tersebut. Selain itu, anggota baru pasti memiliki ide segar tentang suatu komunitas dan besar harapannya akan diaplikasikan kepada komunitas yang dia pimpin.

Begitulah alasannya mengapa saya, yang baru beberapa bulan berada di paroki, langsung diberi kepercayaan sebagai bapak komunitas.

Urusan yang paling utama dari seorang bapak komunitas ialah menjamin ketersediaan makanan dan minuman di dalam komunitas. Dalam menjalankan tugas ini saya bekerja sama dengan komunitas susteran dari kongregasi Santo Fransiskus yang berada di dekat komunitas kami. Setiap kali mereka belanja maka saya akan memberi catatan belanja untuk segala keperluan komunitas kami kepada mereka. Mereka belanja sekali dalam seminggu.

Ketika pertama kalinya memegang jabatan sebagai bapak komunitas, saya langsung membeli beberapa makanan dan minuman ringan yang sebelumnya tidak ada di pastoran tersebut. Selain itu, supaya kami bisa memakan ikan yang segar setiap saat, maka saya tidak memasukkannya dalam daftar belanja mingguan. Saya memutuskan untuk membeli ikan segar setiap sore kepada para pedagang ikan yang jaraknya tidak jauh dari paroki. Tentunya dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga belanja di pekan.

Ketika tiba evaluasi bulanan, saya diminta untuk melaporkan keuangan komunitas. Ternyata keuangan komunitas kami membengkak. Untuk bulan pertama, keuangan belum minus. Namun bulan selanjutnya keuangan kami minus dan saya terpaksa menutupinya dengan uang saku saya untuk sementara waktu sebelum uang makan bulanan selanjutnya masuk ke dalam pembukuan.

Pastor paroki segera memberi peringatan agar lebih hati-hati dalam mengatur keuangan. Saya diminta agar fokus pada menu utama harian. Itu artinya segala makanan dan minuman ringan tidak perlu lagi saya beli.

Saya mengikuti saran beliau. Namun meskipun demikian pengeluaran tetap tidak stabil. Akhirnya, di bulan ketiga masa jabatanku sebagai bapak komunitas, pastor paroki mengambil alih jabatan tersebut. Semua catatan belanja dan buku keuangan saya serahkan kepada beliau. Saya dipecat sebagai bapak komunitas.

Saya sangat sedih dengan peristiwa itu, bahkan merasa malu karena telah gagal dalam menjalankan suatu kepercayaan. Tetapi pastor paroki mengatakan bahwa jabatan itu akan kembali diserahkan kepada saya. Saya hanya diminta untuk berefleksi sementara waktu tentang bagaimana saya selama ini menjalankan tugas tersebut.

Tiga bulan berikutnya saya kembali diberi kepercayaan sebagai bapak komunitas. Pengalaman yang sebelumnya saya jadikan sebagai batu loncatan untuk menjalankan kepercayaan tersebut dengan baik. Bahkan saya menjadi sangat hati-hati dengan segala urusan belanja. Alhasil, keuangan komunitas kami stabil dan tidak minus lagi.

Refleksi Pribadi

Sungguh suatu pengalaman yang berahmat bagi ku ketika saya diberi kepercayaan sebagai bapak komunitas di paroki tempat saya TOP. Harus saya akui bahwa ketika kepercayaan itu diberikan kepada ku, ada rasa bangga yang hampir menjurus kepada rasa sombong. Dan tanpa saya sadari, rasa itulah yang mengelabuhi diriku dan membuat saya gagal menjalankan kepercayaan tersebut.

Kegagalan saya ialah saya terlalu percaya diri. Saya tidak banyak berkomunikasi dengan bapak komunitas sebelumnya. Akhirnya kegagalanlah yang menyadarkan diriku tentang apa yang seharusnya saya lakukan.

Dari pengalaman itu saya mengerti bahwa sikap rendah hati sangat diperlukan ketika diberi kepercayaan untuk mengerjakan sesuatu. Untungnya saya diberi kesempatan untuk menyadarinya sehingga ke depannya saya pun mampu berbuat secara baik dan benar.

Itulah yang saya syukuri kepada Tuhan dari pengalaman ku menjadi bapak komunitas di paroki tempat saya menjalani TOP. Selalu ada kesempatan untuk membarui diri, memperbaiki segala kesalahan yang lalu-lalu hingga menjadi pribadi yang siap sedia untuk bekerja secara lebih baik dan benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun