Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah TOP di Pulau Nias (Bagian 16)

6 November 2020   16:22 Diperbarui: 6 November 2020   16:27 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditinggalkan Pastor Paroki

Selama menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Pulau Nias, saya pernah ditinggalkan oleh pastor paroki saat hendak pergi ke stasi bersama beliau. Ceritanya demikian.

Seusai sarapan saya segera menuju kamar untuk persiapan ke stasi. Tiba-tiba perutku sakit dan ingin ke kamar mandi. Lalu saya memutuskan untuk menyelesaikan urusan sakit perut tersebut.

Sebenarnya, saya sudah mendengar suara bapak katekis memanggil-manggil: "Mari frater kita berangkat!". Namun saya hanya menjawab, "Baik ama" (panggilan hormat untuk orangtua dalam bahasa Nias).

Ketika semua sudah beres saya segera menuju garasi. Kulihat sepeda motor pastor paroki sudah tidak ada dan bapak katekis yang memanggil-manggil saya tadi pun sudah tidak terlihat di sekitar paroki. 

Melihat itu saya menjadi panik karena saya belum mengetahui lokasi stasi yang akan kami kunjungi. Inilah kunjunganku yang pertama kali ke stasi tersebut sejak menjalani TOP.

Di depan pastoran saya bertemu dengan seorang OMK (Orang Muda Katolik).Dia juga merupakan anggota pengurus harian paroki tempat saya TOP. Saya bertanya kepadanya tentang keberadaan pastor paroki dan bapak katekis. 

Ternyata dia pun tidak tahu. Dari raut wajahnya ketika melihatku, saya yakin dia mengerti bahwa saya sedang panik dan kebingungan. Akhirnya kuputuskan untuk berangkat dan melajukan sepeda motorku dengan kecepatan tinggi.

Di tengah perjalanan, motorku mogok. Saya sangat berharap masih bisa mengejar mereka, tetapi hal itu tidak mungkin karena tiba-tiba motorku mogok. Dugaan saya, motorku mogok karena tidak sempat saya panasi sebelumnya. Beruntung ada orang yang bisa membantu dan motorku pun bisa menyala kembali.

Ketika tiba di persimpangan jalan, perasaanku menjadi lega karena ternyata pastor paroki dan bapak katekis menunggu saya di sana. Segera saya minta maaf dan mengatakan bahwa tadi motorku mogok sehingga perjalananku menjadi lebih lambat. Setelah itu kami pun langsung berangkat.

Setibanya di stasi yang kami tuju, saya segera menyiapkan peralatan misa. Karena saat itu ada penerimaan komuni pertama, saya diminta oleh pastor paroki menyampaikan katekese kepada para peserta dan pastor paroki menerimakan sakramen pengakuan dosa kepada mereka. Saya ditemani oleh bapak katekis dalam berkatekese.

Seusai Perayaan Ekaristi, kami dijamu oleh seorang umat untuk makan siang. Setelah itu kami kembali ke paroki.

Kondisi jalan saat kami berangkat keadaannya berlumpur dan sulit dilalui oleh sepeda motor. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk memilih jalan yang lain.

Di tengah perjalanan motorku kembali mogok. Beruntung kami bertemu dengan pastor rekan di stasi yang berada di dekat stasi yang kami kunjungi tersebut. Mereka membawa mobil dan mobil tersebut diminta oleh mereka supaya dibawa oleh pastor paroki karena ada sedikit masalah. Kebetulan mobil itu adalah mobil yang sering digunakan oleh pastor paroki sehingga kerusakan itu dapat dengan mudah diatasi oleh beliau.

Karena motor ku mogok, maka saya ikut bersama pastor paroki dan motorku saya tinggalkan di tempat itu untuk saya jemput keesokan harinya bersama seorang mekanik. Kebetulan stasi yang kami kunjungi berada di daerah pegunungan dan di tempat itu tidak ada bengkel.

Di dalam perjalanan menuju paroki, saya kembali minta maaf kepada pastor paroki dan menceritakan kejadian tadi pagi yang membuat saya terlambat. Syukur kepada Tuhan, beliau memaafkan saya.

Refleksi Pribadi

Pengalaman hari itu memberi pelajaran kepada saya bahwa disiplin itu sangat penting ketika melakukan pelayanan kepada umat. Adalah lebih baik jika kita tiba lebih dahulu di gereja dari pada harus ditunggu oleh umat meskipun saat itu kita tidak terlambat atau tiba tepat saat ibadat akan segera dimulai. 

Alasannya ialah agar kita masih memiliki waktu untuk menyapa umat yang datang ke gereja dan memberi mereka katekese singkat sebelum ibadat dimulai.

Selain itu, saya pun belajar rendah hati untuk minta maaf dan mengakui kesalahan. Hal itu perlu untuk menjaga relasi persaudaraan di dalam suatu komunitas.

Saya terlambat bukan semata-mata karena perutku sakit, namun karena saya tidak tahu jam berapa kami sepakati untuk berangkat ke stasi. Sebagai orang baru di tempat itu, saya sadar bahwa saya tidak peka untuk bertanya. 

Karena itu, melalui pengalaman hari itu, saya juga belajar memahami betapa pentingnya komunikasi di dalam sebuah komunitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun