Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terjebak dalam Rasa Benci

4 November 2020   09:11 Diperbarui: 4 November 2020   09:13 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu kali kami sedang makan siang bersama. Saat itu kami berlima dan menurut jumlah yang seharusnya, ada dua orang yang tidak bersama kami. Mereka sedang ada tugas di luar komunitas dan biasanya akan tiba setelah kami selesai makan.

Saat makan itu, kami asyik berdiskusi tentang keadaan komunitas kami. Kami saling memberi pendapat dan koreksi kepada beberapa teman. Namun ada hal yang tidak menyenangkan terjadi saat itu.

Saat itu saya sedang mendapat koreksian dari seorang teman. Sebenarnya isi koreksiannya baik dan benar namun karena sebelumnya kami bertengkar, maka saya tidak terima dengan koreksiannya tersebut.

Saya selalu membela diri dengan apa yang baru saja dikoreksi. Itu berlangsung lama sampai seorang teman yang berada di dekat saya menasihati saya untuk meng-iya-kan apa yang menjadi koreksiannya tersebut. Lalu kami kembali kepada masalah komunitas secara umum.

Seusai makan siang, saya pergi ke ruang doa untuk berdoa secara pribadi. Saya sangat membutuhkan ketenangan batin setelah apa yang baru saja saya alami.

Dalam suasana doa, saya mencoba membayangkan kembali apa yang terjadi di ruang makan tersebut dan secara khusus saya memberi fokus kepada koreksi yang kuterima tentang diriku.

Ternyata tidak ada yang salah dengan isi koreksiannya karena tujuannya untuk kebaikan ku dan kebaikan kami bersama. Namun saya mengerti mengapa saya begitu sulit menerimanya saat itu, yaitu karena saya masih menyimpan dendam dengan dirinya. 

Saya masih menaruh benci dengan dirinya karena persoalan yang terjadi di antara kami dan itu membuat saya buta akan kebenaran yang diungkapkan olehnya.

Saya menyadari bahwa saya telah terjebak oleh rasa benci atau dendam yang ada di dalam diriku. Saya tidak bisa melihat kebenaran karena rasa benci yang mendahului isi pikiranku. Dan beruntung ada teman yang mencoba memberi saya nasihat untuk menahan diri. 

Nasihat itu sama bunyinya agar saya berhenti sejenak dari rasa benci kepada kejernihan hati dan pikiran untuk menyambut kebenaran yang baru saja disampaikan untuk ku.

Doa saya tutup dengan memohon pengampunan dari Tuhan karena kesalahan dan dosa yang kuperbuat. Saya juga mohon kekuatan untuk bisa memaafkan kesalahan teman ku tersebut. 

Dalam doa itu saya tidak bermaksud untuk menyatakan kepada Tuhan bahwa dialah yang salah. Dalam doa itu saya hanya minta agar hati ku diluruskan kepada rasa damai dan cinta kepadanya, tanpa memberi penilaian tentang siapa yang benar di antara kami.

Di sore harinya, saya ikut berolahraga bersama dengan teman-teman. Dalam kesempatan itu saya memberanikan diri untuk berbicara akrab dengan teman tersebut, dan pelan-pelan saya memberanikan diri untuk mengakui kebenaran dari isi koreksiannya sambil meminta maaf karena telah bersikap keras kepala atas itu. Dan dia pun meminta maaf atas perkelahian yang terjadi di antara kami.

Di sore itu, saya merasa sangat bahagia karena telah berdamai. Bukan saja karena telah berdamai dengan dia, tetapi juga karena telah berdamai dengan diriku sendiri. Saya berusaha memaafkan diriku yang tersesat karena rasa benci dan berusaha untuk bangkit dari rasa negatif tersebut.

Sejak peristiwa itu, saya mulai hati-hati dengan rasa yang ada di dalam diriku. Pengalaman itu membuktikan bahwa rasa benci sering kali membutakan hati dan pikiran saya akan kebenaran. Dan yang saya khawatirkan ialah, jika rasa benci itu juga membuat saya buta terhadap kebenaran dan cinta Tuhan atas hidupku setiap hari.

Oleh karena itu, sambil melatih diri untuk mengolah rasa di dalam hati, saya juga memohon kepada Tuhan agar segera dibantu saat saya mulai berpikir kepada jalan yang sesat. Bantuan itu seperti saat saya diberi nasihat oleh teman untuk menahan diri di kala saya tidak terima dengan koreksi atas diriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun