Barangkali karena berada di pegunungan, mereka jarang bertemu dengan orang-orang luar. Dan sekalipun mereka bertemu, bahasa Nias selalu menjadi bahasa percakapan mereka.
Selain itu, di tempat itu pun tidak ada listrik dan Televisi yang membuat mereka tidak pernah sama sekali mendengar bahasa Indonesia. Itulah menjadi penyebab mengapa mereka tidak mengerti bahasa Indonesia yang saya gunakan, meskipun itu kata yang sangat umum bagi orang Nias pada umumnya yaitu Natal.
Setibanya di Paroki, saya menceritakan pengalaman ku saat memberi sapaan kepada ibu itu. Mereka tertawa. Ternyata mereka juga pernah mengalami hal yang sama saat berkunjung ke tempat itu. Sungguh suatu pengalaman yang menarik bagi ku.
Refleksi Pribadi
Saya bersyukur karena diberi kesempatan untuk berkunjung ke stasi tersebut. Yang menarik ialah bahwa di tempat itu, umatnya tidak tahu bahasa Indonesia sama sekali. Akibatnya, saya pun berjuang menyampaikan Sabda Tuhan kepada mereka dengan segala keterbatasan bahasa Nias ku.
Situasi itu membuat saya berharap kepada Tuhan agar membantu mereka dalam memahami apa yang saya sampaikan saat saya berbicara tentang sabda-Nya kepada mereka. Dan sebenarnya, saya berharap agar Tuhan sendirilah yang langsung berbicara kepada mereka tentang apa yang Ia kehendaki untuk mereka lakukan di dalam hidup mereka.
Sungguh suatu pengalaman perjumpaan yang menarik dan sekaligus menyadarkan ku akan segala keterbatasan yang ku miliki di hadapan Tuhan yang memanggil ku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H