Selain itu, ia pun memberi saran kepadaku agar saat hendak makan afo, saya membuang biji pinang yang ada di dalam afo itu karena itulah yang membuang kepala pusing sampai saat saya sudah terbiasa untuk monganga.
Setelah mencoba saran yang diberikannya, maka perlahan-lahan saya mulai mampu menikmati bagaimana rasanya monganga itu. Kepalaku tidak lagi pusing dan saya merasa sangat bahagia saat itu karena dengan demikian saya berhasil menghormati mereka dengan mampu menerima tanda hormat yang mereka berikan kepadaku.
Refleksi Pribadi
Afo merupakan sarana khas bagi masyarakat Nias untuk menghormati sesamanya. Dengan afo tersebut mereka saling memberi dan menerima rasa hormat. Itulah pelajaran yang bisa kupahami dari afo tersebut, bahwa hidup manusia akan menjadi damai jika mereka mau saling menghormati. Tidak saja menuntut untuk dihormati tetapi juga mau menghormati.
Saat saya belajar memakan afo, sebenarnya saya sedang belajar untuk menghormati mereka. Saat itu saya yakin bahwa Tuhan pun sedang mengajari saya tentang cara menjalin relasi harmonis kepada sesama yang ada di sekitar ku.
Siapa pun mereka dan di mana pun kita berada, jika kita menunjukkan sikap hormat maka kita tidak akan mengalami kesulitan untuk berelasi dengan mereka. Bahkan, kita pun akan mudah menemukan keluarga dan sahabat baru pada saat itu. Itu jika kita telah mampu menghormati orang yang ada di sekitar kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H