Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Dag Dig Dug Byaar dengan Kompasiana

24 Oktober 2020   16:46 Diperbarui: 24 Oktober 2020   16:53 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya saya mengira bahwa Kompasiana itu sejenis platform blog yang biasa. Karenanya, setelah membuat akun, saya mengirimkan begitu saja tulisanku ke dalamnya. Ada artikel yang berasal dari tugas kampus, dan ada juga hasil refleksi sehari-hari. Dan lagi, saya tidak begitu peduli dengan kualitasnya. Meskipun demikian, saya tetap menjaga agar dalam artikel itu tidak termuat hal-hal yang mengandung pelecehan atas sara.

Karena menganggap seperti blog biasa, maka saya tidak begitu rajin mengirim artikel ke Kompasiana. Itu terbukti bahwa sejak 2015 hingga kini saya baru menulis artikel sebanyak 204. Padahal jika seandainya saya konsisten mengirim satu artikel setiap harinya, tentunya artikel ku melebihi jumlah tersebut. Namun itulah kesan awal yang membuat semuanya terjadi seperti yang saat ini.

Saya mulai tertarik menggeluti Kompasiana baru tahun ini, tepatnya sejak bulan Juli. Itu terjadi karena saya suka membuat konten Youtube yang berupa renungan atau refleksi.

Meskipun tidak memiliki banyak subscriber, namun saya bahagia karena mendapat dukungan yang positif dari orang-orang yang melihat video saya. Bahkan ada yang memberikan usulan tentang suatu permasalahan kehidupan untuk saya bahas dan saya jadikan sebagai konten di Youtube saya. Saya merasa sangat bahagia saat itu karena ternyata apa yang saya lakukan mendatangkan sesuatu yang positif bagi orang lain.

Setelah merasa asyik dengan pembuatan konten Youtube, tiba-tiba saya teringat dengan akun Kompasiana yang sudah lama tidak saya buka. Saat itu saya berpikir untuk membagikan hasil refleksi saya di dalam Kompasiana. Bedanya ialah, di Youtube saya berbicara untuk menyampaikan isi refleksi tersebut sementara di Kompasiana saya tinggal salin dan menayangkannya.

Itulah awal mengapa saya mulai tekun lagi menulis artikel di Kompasiana. Sama seperti yang saya rasakan dengan akun Youtube saya, yaitu mendapat sambutan positif dan mendatangkan sesuatu yang positif bagi pemirsa video saya, demikian juga dengan akun Kompasiana saya. Saya sungguh merasa bahagia setiap kali ada yang berterima kasih atas artikel yang saya posting dan itu membangkitkan motivasi menulis dalam diriku.

Namun, meskipun demikian, saya memiliki kisah yang kurang menyenangkan selama menjadi Kompasioner. Saya menyebutnya sebagai pengalaman dag dig dug byaar karena banyak pengalaman yang awalnya membuat saya dag dig dug namun pada akhirnya byaar, merasa puas.

Awal saya merasa dag dig dug byaar itu ialah saat Admin Kompasiana menghapus artikel yang saya kirim. Menurut pesan yang masuk, artikel ku dihapus karena telah melanggar ketentuan yang berlaku yaitu pelanggaran hak cipta. Saat itu saya langsung khawatir. Bayangan saya ialah saya bisa terjerat pasal pelagiat dan hak cipta. Tetapi syukurlah, ternyata saya tidak mendapat hukuman karena pihak kompasiana telah menghapusnya.

Sejak saat itu, saya sangat hati-hati dalam mengirim artikel. Sebisa mungkin saya ikuti semua aturan yang diberlakukan oleh pihak Kompasiana terkait, seperti pengutipan dan pengambilan gambar.

Rasanya seperti menulis skripsi karena harus jelas sumber atau referensi yang digunakan. Namun pengalaman itu mengajariku tentang hak cipta dan kejujuran dalam pemberitaan.

Pengalaman dag dig dug byaar juga saya alami saat saya menantikan admin kompasiana menilai artikel yang saya kirim, apakah pilihan atau tidak. Pengalaman inilah yang sering saya alami dan selalu terjadi setiap kali saya mengirim artikel. Saya selalu berharap di dalam hati agar admin memberikan pilihan atas artikel ku tetapi saya tahu yang namanya harapan bisa terkabul bisa juga tidak.

Yang membuat saya "heboh" ialah, meskipun artikel telah saya tayangkan, namun hati dan pikiranku selalu terbayang dengan kata-kata atau kalimat yang saya gunakan di dalamnya. Saya selalu mempertanyakannya, apakah saya sudah menggunakan kalimat yang benar atau belum, apakah diksi yang saya gunakan tepat atau tidak, apakah isi ceritanya telah benar-benar mengungkapkan gagasan yang saya maksudkan atau tidak dan apakah-apakah yang lainnya.

Butuh beberapa menit untuk menunggu kepastian dari admin Kompasiana terkait artikel yang kirim. Dan jika nantinya admin memberi pilihan atas artikelku maka rasa dag dig dug ku berubah menjadi byaar. Rasa lega dan bahagia yang besar terungkap dalam hatiku. Sebaliknya, jika ternyata artikel saya tidak mendapat pilihan dari admin maka dag dig dug tidak sampai kepada byaar. Rasa yang ada saat itu hanyalah menerima kenyataan. Tetapi itu soal rasa yang butuh olahan agar menghadirkan semangat baru dalam hati untuk menulis. Dan pengalaman itu membuat saya semakin konsentrasi dan bersungguh-sungguh saat hendak membuat suatu artikel agar nantinya mendapat rating pilihan dari admin.

Ada rasa yang dag dig dug saat setelah saya mengirimkan artikel ke Kompasiana. Namun ada juga rasa byaar saat mengetahui bahwa ternyata artikel kita mendapat rating pilihan dari Kompasiana. Namun jauh dari pada itu, pengalaman bersama Kompasiana juga memberikan pelajaran yang bernilai dalam diriku yaitu terkait dengan pengembangan bakat menulis dan juga pemanfaatan waktu.

Kompasiana memberiku ruang seluas-luasnya untuk menuangkan isi pikiran ke dalam sebuah tulisan dan alangkah bahagianya hati saat tulisan itu berdampak positif bagi mereka yang membacanya.

Kompasiana adalah sarana terbaik yang pernah saya alami dalam melatih diri untuk menulis agar ide-ide atau pun gagasan yang ada di dalam pikiran saya tidak tinggal begitu saja di sana tetapi mendapat wujudnya yang konkret dalam sebuah tulisan.

Kompasiana juga membuat saya tidak menyianyiakan waktu luang yang saya miliki dalam sehari. Terlebih lagi dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, menulis adalah sarana terbaik agar hati dan pikiran terjaga kualitasnya.

Itulah sedikit pengalaman yang bisa saya bagikan selama menjadi Kompasioner dan pengalaman itu membuat saya mengerti bahwa ternyata Kompasiana bukanlah sebuah platform untuk blog biasa tetapi lebih dari sekedar blog. Dan satu lagi, saya sangat bangga ketika menyadari diri sebagai seorang Kompasioner. Di mata orang pada umumnya, Kompas adalah media pemberitaan yang terpercaya dan karena Kompasiana adalah bagiannya, itu berarti sebagai kompasioner maka saya pun dengan sendirinya telah berpartisipasi di dalamnya.

Selamat ulang tahun yang ke-12 buat Kompasiana. Terima kasih atas pelajaran berharga yang kudapatkan dari mu. Terima kasih juga atas pengalaman dag dig dug byaar yang membuat hidup ku menjadi lebih berwarna. Saya yakin setiap orang yang mengenal mu terlebih mereka yang berkecimpung di dalam mu, mendapat hal yang berarti dalam hidup mereka. Saya tidak punya kritikan selain dari pada harapan agar terus menjadi pembawa inspirasi bagi semua orang. Selama ulang tahun dan semoga panjang umur serta sehat selalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun