Awalnya saya mengira bahwa Kompasiana itu sejenis platform blog yang biasa. Karenanya, setelah membuat akun, saya mengirimkan begitu saja tulisanku ke dalamnya. Ada artikel yang berasal dari tugas kampus, dan ada juga hasil refleksi sehari-hari. Dan lagi, saya tidak begitu peduli dengan kualitasnya. Meskipun demikian, saya tetap menjaga agar dalam artikel itu tidak termuat hal-hal yang mengandung pelecehan atas sara.
Karena menganggap seperti blog biasa, maka saya tidak begitu rajin mengirim artikel ke Kompasiana. Itu terbukti bahwa sejak 2015 hingga kini saya baru menulis artikel sebanyak 204. Padahal jika seandainya saya konsisten mengirim satu artikel setiap harinya, tentunya artikel ku melebihi jumlah tersebut. Namun itulah kesan awal yang membuat semuanya terjadi seperti yang saat ini.
Saya mulai tertarik menggeluti Kompasiana baru tahun ini, tepatnya sejak bulan Juli. Itu terjadi karena saya suka membuat konten Youtube yang berupa renungan atau refleksi.
Meskipun tidak memiliki banyak subscriber, namun saya bahagia karena mendapat dukungan yang positif dari orang-orang yang melihat video saya. Bahkan ada yang memberikan usulan tentang suatu permasalahan kehidupan untuk saya bahas dan saya jadikan sebagai konten di Youtube saya. Saya merasa sangat bahagia saat itu karena ternyata apa yang saya lakukan mendatangkan sesuatu yang positif bagi orang lain.
Setelah merasa asyik dengan pembuatan konten Youtube, tiba-tiba saya teringat dengan akun Kompasiana yang sudah lama tidak saya buka. Saat itu saya berpikir untuk membagikan hasil refleksi saya di dalam Kompasiana. Bedanya ialah, di Youtube saya berbicara untuk menyampaikan isi refleksi tersebut sementara di Kompasiana saya tinggal salin dan menayangkannya.
Itulah awal mengapa saya mulai tekun lagi menulis artikel di Kompasiana. Sama seperti yang saya rasakan dengan akun Youtube saya, yaitu mendapat sambutan positif dan mendatangkan sesuatu yang positif bagi pemirsa video saya, demikian juga dengan akun Kompasiana saya. Saya sungguh merasa bahagia setiap kali ada yang berterima kasih atas artikel yang saya posting dan itu membangkitkan motivasi menulis dalam diriku.
Namun, meskipun demikian, saya memiliki kisah yang kurang menyenangkan selama menjadi Kompasioner. Saya menyebutnya sebagai pengalaman dag dig dug byaar karena banyak pengalaman yang awalnya membuat saya dag dig dug namun pada akhirnya byaar, merasa puas.
Awal saya merasa dag dig dug byaar itu ialah saat Admin Kompasiana menghapus artikel yang saya kirim. Menurut pesan yang masuk, artikel ku dihapus karena telah melanggar ketentuan yang berlaku yaitu pelanggaran hak cipta. Saat itu saya langsung khawatir. Bayangan saya ialah saya bisa terjerat pasal pelagiat dan hak cipta. Tetapi syukurlah, ternyata saya tidak mendapat hukuman karena pihak kompasiana telah menghapusnya.
Sejak saat itu, saya sangat hati-hati dalam mengirim artikel. Sebisa mungkin saya ikuti semua aturan yang diberlakukan oleh pihak Kompasiana terkait, seperti pengutipan dan pengambilan gambar.
Rasanya seperti menulis skripsi karena harus jelas sumber atau referensi yang digunakan. Namun pengalaman itu mengajariku tentang hak cipta dan kejujuran dalam pemberitaan.