Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Petani - Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Resensi Buku: Tentang Yesus Kristus

19 Oktober 2020   08:27 Diperbarui: 19 Oktober 2020   08:31 1077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Identitas Buku:

  • Judul: Kristologi: Tinjauan Historis-Sistematik
  • Penulis: Dr. Adrianus Sunarko OFM
  • Penerbit: Obor, Jakarta
  • Cetakan: 1, 2017
  • Tebal: x + 230 halaman
  • ISBN: 978-979-56-800-9

Pribadi Yesus Kristus merupakan hal yang sentral dalam agama Kristen. Alasannya jelas yakni karena Yesus Kristus diyakini sebagai pendiri agama Kristen. Kristen berasal dari kata Kristus (yang diurapi) dan orang Kristen mengikuti segala ajaran dari Yesus Kristus sendiri.

Dr. Adrianus Sunarko mencoba mengulas secara lebih mendalam tentang pribadi Yesus Kristus yang ia rangkum dalam bukunya yang berjudul "Kristologi_ Tinjauan Historis-Sistematik". Buku ini menjadi menarik mengingat penulisnya adalah seorang Uskup, yaitu Uskup untuk Keuskupan Pangkal Pinang. 

Kelihatannya buku ini dicetak saat berita keterpilihannya menjadi Uskup. Itu ternyata dari tahun cetak buku ini yang bersamaan dengan tahun pentahbisannya menjadi Uskup yaitu tahun 2017. 

Isi dari buku ini tidak lain tidak bukan ialah bahan kuliah yang ia berikan ketika ia menjadi dosen Kristologi di STF Driyarkara, Jakarta untuk program S-1. 

Dengan demikian, buku ini mendapat keabsahannya dari pribadinya yang adalah sebagai pengajar utama dalam sebuah keuskupan dan juga pengalamannya selama menjadi dosen. Ketika melihat buku ini dan juga kenal dengan pengarangnya, tentu akan mengundang pembaca untuk segera memilikinya.

Yesus: Sungguh Allah Sungguh Manusia

Sebagaimana yang sering menjadi perdebatan teologis tentang pribadi Kristus yang sungguh Allah sungguh manusia, penulis mencoba memberi suatu penjelasan. Ia mengawalinya dengan dasar biblis sebagai referensi utama iman. 

Menurutnya, "dasar biblis untuk memahami kemanusiaan Yesus adalah dengan mendalami keterbatasan pengetahuan Yesus" (hlm. 30): Yesus tidak tahu siapa yang menjamah jubahnya (Mrk 5:28-33), Yesus salah menyebut nama imam agung pada saat Daud masuk Bait Suci. 

Yesus menyebut nama imam tersebut adalah Abyatar padahal yang sesungguhnya adalah Ahimelek (Mrk 2:26 bdk 1 Sam 21:2-7). Bukan Zakharia anak Berekhya yang dibunuh di antara tempat kudus dan mezbah tetapi Zakharia anak Yoyada (Mat 23:35; bdk 2 Taw 24:20), Yesus mengandaikan bahwa Mzm 110 berasal dari Daud (Mrk 12:36). 

Pengandaian ini tidak lagi didukung oleh penelitian terbaik sekarang dan Yesus tidak tahu akan parusianya (Mrk 13:32). Singkat kata, sementara Yesus sering menunjukkan kelebihan pengetahuan dan juga wewenang khusus dalam memahami Kitab Suci yang membuat Ia diakui sebagai Guru, Nabi, Mesias dan lebih dari itu, namun kemanusiaannya tetap tampak dari banyak keterbatasan.

Tentang ke-Allah-an Yesus, penulis mengatakan bahwa Kitab Suci tidak menunjukkannya secara eksplisit. Terdapat teks-teks yang sepertinya menyatakan bahwa sebutan "Allah" tidak digunakan bagi Yesus. 

Teks-teks tersebut seperti terdapat dalam Mrk 10:18, ("Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain daripada Allah saja."), Mrk 15:34 (Berserulah Yesus ..: "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?"), Yoh 20:17 ("Sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu."), dan Ef 1:17 ("Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu"). 

Namun, ada juga beberapa teks yang menggunakan sebutan "Allah" bagi Yesus secara jelas atau sangat mungkin: seperti seruan dari Rasul Tomas ketika Yesus menampakkan Diri kepadanya, "Ya, Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28), "Firman itu adalah Allah" (Yoh 1:1), "kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal" (1 Yoh 5:20).

Dalam perbedaan kedua kelompok teks-teks tersebut, penulis memberikan kesimpulan bahwa "pada tahap awal gereja, penggunaan sebutan Allah tampak masih ditentukan oleh tradisi Yahudi, sehingga paham Allah terlalu ketat untuk bisa dipakai bagi Yesus; hanya dipakai bagi Allah, Bapa Yesus Kristus.

Tetapi lama-kelamaan, orang Kristen memahami Allah sebagai sebutan yang lebih luas. Mereka melihat bahwa Allah menyatakan demikian banyak tentang diri-Nya di dalam Yesus, sehingga Allah harus dapat mencakup baik Bapa maupun Anak" (hlm. 38). 

Hal ini mendasari jawaban atas pertanyaan apakah Yesus pernah mengatakan secara langsung bahwa Ia adalah Allah. Jawabannya adalah tidak. Alasannya adalah pada zaman Yesus sebutan Allah hanya diarahkan kepada Allah orang Israel yang telah membebaskan mereka dari penjajahan Bangsa Mesir dan Yesus sendiri menyembah-Nya sebagai Abba, Bapa. 

Oleh karena itu, jika sekiranya pada zaman-Nya Yesus langsung menyebut diri-Nya sebagai Allah, maka ada dugaan bahwa Ia akan segera ditolak sehingga misi-Nya pun mendapat kesulitan yang berarti.

Sesungguhnya Yesus tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Allah. Namun dari semua karya dan ajaran yang Ia berikan pada masa itu membuat orang mulai memikirkan tentang identitas Yesus yang sesungguhnya. 

Dalam relasi-Nya dengan manusia, Yesus adalah kepenuhan wahyu Allah dan Penyelamat. Penulis berkata demikian: "di satu pihak, karena pewahyuan itu merupakan pewahyuan Diri Allah sendiri, maka mediumnya juga sebagaimana subjeknya (Allah) haruslah bersifat ilahi. 

Di lain pihak, karena pewahyuan itu adalah pewahyuan kasih Allah kepada manusia, maka sebaiknya pewahyuan itu dilaksanakan atau disampaikan oleh manusia juga. Kedua persyaratan itu dipenuhi oleh apa yang kita sebut Peristiwa Yesus Kristus karena Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia" (hlm. 58). 

Kedatangan Yesus di dunia menimbulkan kepenuhan pengharapan akan datangnya Kerajaan Allah: Ia memulihkan atau memungkinkan relasi dengan Allah (pengampunan dosa), Yesus mengalahkan kuasa kejahatan (pembebasan dari kuasa berhala), mewujudkan kebersamaan yang solider, konflik, penderitaan hingga wafat di Salib dan kebangkitan-Nya. 

Kisah hidup Yesus tersebut menunjukkan siapakah Allah itu sebenarnya yaitu Deus humanissimus, sebagai Kasih tanpa syarat yang membebaskan. Selain itu, kisah Yesus juga mewahyukan kepada kita perihal siapakah manusia itu sebenarnya, yaitu sebagaimana Ia menunjukkan hubungan yang erat dengan Allah maka begitu pulalah seharusnya kita manusia. 

Hidup manusia didasarkan pada indikatif kategoris kasih: Allah adalah Kasih dan, dalam Yesus Kristus, sudah terlebih dahulu mengasihi kita. Oleh karena itu maka kita juga dimungkinkan untuk mengasihi. "Yesus adalah Paradigma dari kemanusiaan eskatologis" (hlm. 55).

Ditetapkan dalam Konsili

Dogma tentang Yesus Kristus sebagai Allah dan Manusia dirumuskan tidak sekali jadi. Perumusan itu terjadi dalam setiap konsili yang memberi jawaban atas persoalan ajaran imam yang terjadi. Penulis mengungkapkan bahwa ada tujuh konsili ekumenis yang pertama yang terjadi, yaitu Konsili Nikea I (19 Juni-25 Agustus  325), Konsili Konstantinoperl I (Mei-30 Juli 381), Konsili Efesus (22 Juni-September 431), Konsili Kalsedon (8 Oktober-Awal November 451), Konsili Konstantinopel II (5 Mei-2 Juni 553), dan Konsili Konstantinopel III (7 Nov 680-16 September 681), dan Konsili Nika II (24 September-23 Oktober 787).

Terdapat refleksi kristologis yang penting dari semua konsili di atas. Pertama, mempertahankan baik keilahian maupun kemanusiaan Yesus Kristus yang bermotifkan demi keselamatan manusia. Kedua, berkaitan dengan iman, bahwa Yesus Kristus sungguh ilahi: Bagaimana relasi antara Bapa dan Logos ilahi yang sama-sama kekal? Konsili Nikea I menjawab yaitu bahwa keduanya sehakikat (homoousios). 

Ketiga, berkaitan dengan keyakinan iman bahwa Yesus Kristus sekaligus ilahi dan manusia: bagaimana relasi antara yang ilahi dan yang manusia dalam satu Yesus Kristus? Konsili Kalsedon menjawab yaitu bahwa dua kodrat menyatu dalam satu hypostasis/pribadi ilahi. 

Keempat, kalau prinsip kesatuannya adalah hypostase/ pribadi ilahi, bagaimana kemanusiaan Yesus Kristus masih sungguh dipertahankan? Konsili Konstantinopel III menjawab, yaitu bahwa Yesus Kristus memiliki bukan hanya satu melainkan dua kehendak yaitu kehendak manusiawi dan ilahi.

Inkarnasi dan Keselamatan

Paham tentang Yesus Kristus dalam perjalanan waktu bergeser dari dunia Yunani ke budaya Latin-Roma yang lebih bersifat yuridis. Pergeseran ini tentu juga mengakibatkan perbedaan paham tentang Yesus Kristus sebagai penyelamat. 

Budaya Yunani melihat penyelamatan sebagai proses pengilahian kodrat manusia yang sudah sesat melalui proses mimesis. Pengilahian ini mengembalikan kodrat manusia kepada tujuannya yaitu yang ilahi. Sementara itu, budaya Latin memahami penyelamatan sebagai pemulihan kembali kodrat manusia yang telah dirusakkan oleh manusia itu sendiri karena melanggar suatu hukum.

Teori yang sering muncul dalam budaya Latin ini ialah tentang "Cur Deus Homo" (Mengapa Allah menjadi manusia). Anselmus dari Canterburry mengatakan bahwa Allah menjadi manusia demi keselamatan manusia itu sendiri; "Allah telah menjadi manusia dan berkat kematian-Nya kehidupan diberikan kembali kepada dunia". 

Anselmus memahami Allah sebagai summum bonum (kebaikan tertinggi) dan lebih besar dari Dia tidak mungkin dapat dipikirkan atau quo maius cogitari nequit (tetapi Dia tetap lebih besar dari pada yang dapat dipikirkan). 

Makin tinggi sasaran dosa maka makin tinggi atau berat pulalah dosa itu. Manusia berdosa terhadap Allah. Itu berarti sasaran dosa dari manusia adalah sangat tinggi karena Allah sendiri adalah Yang Tertinggi. 

Apa yang diberikan sebagai silih kepada Allah haruslah lebih besar dari segala sesuatu yang bukan Allah. Dan itu tak lain dari Allah sendiri. Oleh karena itu Anselmus mengatakan bahwa Allah menjadi manusia demi penebusan dosa manusia.

Namun pertanyaan yang lebih lanjut muncul. Apakah jika manusia tidak berdosa maka Allah tidak akan berinkarnasi? Thomas Aquinas mengatakan bahwa de fakto inkarnasi merupakan jawaban Allah terhadap tindakan manusia. 

Baginya, diperlukan pendamai dan penebus untuk menyelamatkan ciptaan yang jatuh dalam dosa. Alasan ini mendapat perkembangan yang lebih lanjut dari Bonaventura. Ia mengatakan bahwa inkarnasi tidaklah hal sesuatu yang baru dipikirkan Allah kemudian setelah manusia berdosa. Sejak kekal Allah sudah memperhitungkan kejatuhan manusia dalam dosa. 

Allah tidak mempredestinasi inkarnasi karena atau setelah manusia berdosa, karena sebagai karya Allah yang terbesar inkarnasi harus dikehendaki demi dirinya sendiri, akan tetapi de fakto memang inkarnasi sekaligus juga berarti penebusan dosa. Hal yang senada muncul dari pemikiran Yohanes Duns Scotus. Ia mengatakan bahwa Putra Allah akan datang ke dunia, tidak sebagai penebus jika seandainya manusia tidak berdosa. 

Bagi Scotus, penciptaan dunia, manusia dan malaikat merupakan persiapan bagi inkarnasi. Yesus adalah tujuan dari penciptaan: manusia akan bersatu dengan pribadi ilahi kedua (Putra) dan dengan demikian terjadilah penyempurnaan kodrat manusia yaitu manusia yang mampu menjawab kasih Allah. Artinya, baru dalam Yesus Kristuslah kesempurnaan jawaban kasih terlaksana.

Tinjauan Historis-Sistematik

Banyak kajian kristologis yang diulas dalam buku yang berhalaman 228 ini. Penulis menyinggung soal dialog beragama di mana manusia menjadi pusat penghormatan tertinggi. 

Penulis berkata demikian, "setiap orang, entah termasuk kelompok sendiri atau tidak, dihormati sebagai manusia" (hlm. 119).. Selain itu, penulis juga menyinggung soal Teologi Pembebasan dan Teologi Feminis. 

Kedua aliran teologi ini saling berkaitan karena "ciri-ciri yang ada dalam teologi pembebasan kita temukan pula dalam teologi feminis" (hlm. 150). Kedua alirang tersebut sama-sama ingin menghapuskan penderitaan yang diakibatkan oleh ketidakadilan yang dilakukan oleh para pemerintah dan kekuasaan yang datang dari budaya seksisme (patriarkhi dan androsentrisme).

Demikianlah buku ini dikaji secara historis dan sistematis. Jika hendak mengerti buku ini secara lebih mendalam diperlukan perhatian yang serius (tidak sekedar membacanya). 

Perlu membawa serta pemahaman-pemahaman kristologi yang kita miliki untuk kemudian bisa dikonfrontasikan kepada ulasan yang ada di dalamnya. Sekali lagi buku ini merupakan diktak perkuliahan yang disadur kembali menjadi sebuah buku. Oleh karena itu sifatnya tentu sangat informatif dan di sini kita bisa mendiskusikannya secara seksama.

Buku ini penting dibaca oleh para mahasiswa yang secara khusus mendalami ilmu teologi, namun tidak tertutup juga kemungkinan bagi orang-orang beriman lainnya yang hendak mengenal tentang pribadi Yesus Kristus dan bagaimana perdebatan-perdebatan yang terjadi tentang-Nya. 

Hanya saja, jika membaca buku ini kita tidak boleh begitu saja menerima isi pemikiran atau refleksi dari seorang tokoh tanpa mengkonfrontasikannya pada ajaran resmi gereja.

Buku ini memiliki keunggulan dari segi pemaparannya. Selain sistematik, sesuai dengan keterangan pada judulnya, yaitu dari pendasaran biblis hingga kristologi kontemporer, penulis mencoba memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis atas setiap ulasan yang ada terlebih pada pemikiran dari seorang tokoh tertentu. 

Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut pembaca tentu menjadi tertuntun untuk memahami logika dari isi pemaparannya. Selain itu, pada saat mengulas pemikiran tokoh, penulis mencantumkan kata-kata asli dari tokoh tersebut bahkan ada beberapa langsung dari bahasa aslinya, sehingga membantu pembaca untuk menarik kesimpulan sendiri atas pemikiran tokoh tersebut dan mencocokkannya dengan ulasan penulis. 

Sumber-sumber yang digunakan juga sangat sistematis. Setiap judul ulasan diberi keterangan tentang sumber utama yang digunakan dengan demikian pembaca bisa mengecek kebenarannya.

Bisa dimengerti bahwa isi pemaparan dalam buku ini tidak bisa dengan mudah untuk dicerna. Maklum, ini adalah diktat kuliah dan ditujukan kepada para pelajar khusus yang mendalami teologi. 

Namun tidak mengurangi destinasi penulisan bahwasanya buku ini dituliskan untuk memberi ulasan tentang isi ajaran Gereja tentang Yesus Kristus, dan setiap pembaca yang berminat untuk mendalaminya terbuka kemungkinan untuk membacanya.

Buku ini sebenarnya berkutat pada inti iman kristiani akan Yesus Kristus, yaitu bahwa Dia adalah Firman Allah yang menjadi sungguh manusia dan bahwa Dia adalah kepenuhan wahyu serta penyelamat seluruh umat manusia dan segenap ciptaan. Selamat berkristologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun