PM Abe baru saja mengumumkan status keadaan darurat untuk 7 Prefektur di Jepang, yaitu Tokyo, Saitama, Chiba, Kanagawa, Osaka, Hyogo, Fukuoka. Bagi Jepang sendiri, status darurat ini pertama kalinya diumumkan semenjak selesai perang dunia kedua.
Status darurat ini ditetapkan setelah Pemerintah pusat mendapat masukan dari tim pakar 2 hari sebelum diumumkan. Berikut ini penjelasan tentang status tersebut.
Alasan
Menurut tim pakar pemerintah, ada 3 faktor yang dipakai dalam menentukan 7 wilayah tersebut.
1. Jumlah kasus penduduk yang terinfeksi
2. Lamanya waktu kasus menjadi dua kali lipat
3. Presentase pasien yang tidak diketahui rute terinfeksi.
Di Italy, kasus positif covid menjadi dua kali lipat hanya membutuhkan 2-2.5 hari. Sedangkan di Tokyo yang di awal maret masih 10 hari, belakangan ini memendek menjadi 5 hari. Sedangkan di Osaka juga hampir sama, 6.6 hari.
Selain itu presentase pasien yang tidak diketahui rute terinfeksinya, Tokyo mencapai 70%, dan Osaka mencapai 50%.
Chiba, Saitama, Kanagawa, walaupun angkanya tidak setinggi Tokyo, namun kehidupan warganya tidak bisa lepas dari Tokyo. Sama halnya antara Hyogo dengan Osaka.
Sedangkan Fukuoka, walaupun jumlah kasusnya relatif sedikit, Â lamanya waktu kasus menjadi double hanya perlu 2.9 hari, terpendek di Jepang. Ditambah lagi presentase pasien yang tidak diketahui rute terinfeksinya mencapai 72%, tertinggi di Jepang.
Selama ini kebijakan pemerintah dalam pencegahan covid-19, bertumpu pada penanggulangan dan pendeteksian kluster-kluster (group terinfeksi dalam jumlah besar) yang terbentuk oleh tim khusus, sehingga bisa cepat terisolasi.
Diawal bulan 1-2, cara ini efektif menekan laju pertambahan kasus baru di Jepang. Namun seiiring dengan semakin menyebarnya virus di seluruh dunia, khususnya Eropa dan Amerika, dan banyak orang Jepang yang kembali dari negara tersebut, semakin banyak kasus yang tidak diketahui rute infeksinya. Hal ini membuat cara ini tidak efektif lagi.