Semenjak ditetapkannya Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang oleh KPK pada Jum’at, 22 Februari 2013, media sibuk mencari keberadaan orang nomor satu di Partai Demokrat ini. Misteri keberadaan Anas ini akhirnya berakhir, tepat satu hari pasca momentum bersejarah ini, Anas hadir di tengah-tengah media massa untuk menyampaikan sikapnya. Pidato pengunduran diri Anas yang dianggap sejumlah kalangan merupakan pidato yang fenomenal, menjadikan Anas sebagai trending topics di masyarakat. Bagaimana tidak, Anas yang dengan lantang menyampaikan sikap pengunduran diri dari posisi Ketua Umum partai pemenang pemilu 2009 dihiasi dengan pernyataan yang mengejutkan banyak pihak. Pernyataan ini sontak membuat banyak pihak bertanya apakah ini sepenuhnya langkah politik Anas atau bagian dari seruan perang kepada ‘sutradara’ yang menurut Anas berada dibalik semua ini. Anas memulai pidatonya dari konsep umum bahwa dirinya akan mengikuti proses hukum yang ada dan telah siap melakukan pembelaan. Seperti yang selalu disampaikan Anas sebelum berstatus tersangka, ia yakin benar bahwa tidak terlibat dalam kasus Hambalang tersebut. Selanjutnya, Anas mulai mengaitkan antara status hukumnya yang ditetapkan KPK dengan adanya intervensi politik yang begitu besar dari yang ia maksud sebagai ‘sutradara’. Pernyataan ini sangat jelas mengarah pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Pernyataan yang disampaikan SBY di Jeddah bahwa kader Demokrat diminta fokus menghadapi masalah hukum yang disangkakan. Anas menyatakan dengan adanya ‘desakan’ itu, dirinya sadar dan menjadi yakin bahwa cepat atau lambat dirinya akan menjadi tersangka. Anas juga menyakini bahwa skenario selama ini tidak lepas dari rangkaian bocornya Surat Perintah Penyidikan (sprindik) KPK ke publik. Ia juga menunding bahwa beberapa petinggi Demokrat tahu bahwa Anas akan menjadi tersangka. “Apalagi saya tahu, beberapa petinggi Partai Demokrat yakin betul, hakkul yakin (sangat yakin), Anas menjadi tersangka”, terang Anas. Kedua rangkaian yang dimaksud Anas tentu menyiratkan bahwa ia ingin menyampaikan analisa dan perasaannya terkait peristiwa politik yang berujung pada pemberhentian dirinya. Selain itu, Anas juga menyebutkan bahwa peristiwa ini tidak terlepas dari Kongres Partai Demokrat 2010 lalu. Dalam kongres itu, dirinya terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Namun, Anas enggan untuk mengungkapkan cerita lanjutan kongres Partai Demokrat itu. Pernyataan ini seolah ingin menjelaskan bahwa dirinya korban dari semua proses politik ini. Pernyataan ini juga seolah menegaskan bahwa Anas siap membongkar kondisi internal elit Partai Demokrat. Tentunya, hal ini sementara dapat dimaknai sebagai seruan perang dari Anas untuk ‘sutradara’ film politik ini. Hal ini ternyata diperkuat dengan pernyataan Anas juga menyatakan sejarah akan menguji apakah yang terjadi pada Partai Demokrat kesantunan politik atau sadisme politik. Padanan kata yang kurang tepat antara santun dan sadis, menyiratkan makna bahwa ada kesadisan politik yang terjadi. Anas pun tidak mau menjelaskan dengan ‘gamblang’ ke publik apa yang ia maksud sebagai sadisme politik. Pemaknaan ini tergambar dari wawancara eksklusif Anas Urbaningrum dengan Putra Nababan yang disiarkan di Metro TV (Selasa, 26 Februari 2013). Anas seolah menolak untuk menjelaskan maksud sadisme politk yang disampaikannya itu. Diujung akhir pidatonya Anas juga menyatakan bahwa hal ini bukan akhir dari segalanya. “Hari ini saya nyatakan ini baru halaman pertama dan masih banyak halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama”, tegas Anas. Pernyataan ini juga menegaskan bahwa karir politiknya tidak akan mati oleh karena persoalan ini, melainkan sekali lagi seolah ia menyerukan seruan perang pada pihak terkait. Berdasarkan petikan pidato di atas, Anas tidak banyak menyinggung status hukum dirinya melainkan lebih pada pernyataan sikap politik seorang Anas Urbaningrum. Anas juga menyiratkan dua poin penting, yakni langkah politiknya untuk membuktikan kepada publik bahwa ia seorang politisi muda yang bersih dan seruan perang kepada pihak yang ingin menghancurkan dirinya. Anas nampaknya sadar betul dengan pasar media yang sedang haus akan pemberitaan dirinya. Oleh karena itu, Anas menggunakan media secara free sebagai upaya penyelamatan dirinya. Anas juga memanfaatkan media massa sebagai alat politik untuk menyampaikan pada publik bahwa seolah dirinya menjadi korban atas peristiwa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H