Mohon tunggu...
Dedi Iskamto
Dedi Iskamto Mohon Tunggu... profesional -

Ikhtiar dan tawakal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerancuan Memandang Poligami

11 Oktober 2013   13:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:41 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada seorang ustadz bertanya kepada jemaah pengajiannya, “Ibu-ibu setuju tidak denganpoligami?” Spontan ibu-ibu menjawab, “Tidaaaaak!” Salah seorang di antara para ibu itu kemudian nyeletuk, “Mana ada perempuan yang mau dipoligami!”. Dan ustadz itu pun berkata, “Lo, poligami itu bagian dari syariat Islam. Kalau ibu-ibu tidak setuju, berarti ibu-ibu menolak syariat Islam”.


Ucapan itu dilanjutkan dengan berbagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang tidak setuju
dengan hukum Allah. Bagi saya, pertanyaan “setuju atau tidak dengan poligami” sangat rancu atau bias. Sebab, kalimat ini merupakan pertanyaan bersayap yang menimbulkan berbagai penafsiran sehingga
membutuhkan keterangan lebih lanjut. Jika yang dimaksud setuju dengan poligami adalah setuju dipoligami atau dimadu, tidak ada perempuan yang mau atau setuju dimadu. Kalaupun ada perempuan yang mau dimadu, itu karena ada kondisi tertentu yang membuat mereka mengambil keputusan tersebut.

Saya yakin ketika menikah mereka tidak punya keinginan untuk berbagi suami. Karena itu, jawaban menolak dipoligami (dimadu) ialah jawaban yang wajar. Jika para suami boleh mengajukan poligami, Ternyata di Alquran, para istri juga diperbolehkan mengajukan negosiasi. Jika negosiasi atau musyawarah ini tidak berhasil, sang istri boleh memilih bercerai. Keputusan mereka untuk memilih bercerai daripada dimadu tentu sah-sah saja dan tidak bisa dianggap sebagai menyalahi syariat. Sebab itu, bersedia atau tidaknya seorang istri untuk dimadu tidak bisa dikaitkan dengan kualitas keimanan atau kesabaran mereka.

Lantas, Jika yang dimaksud setuju dengan poligami ialah setuju dengan adanya praktek poligami, jawabannya ialah poligami adalah mubah (boleh). Kita tidak bisa melarang atau mengharamkan praktek poligami hanya karena kita tidak mau dimadu. Sebab, pada kenyataannya, ada perempuan yang bersedia dimadu walaupun mungkin hati kecilnya tidak rela. Hukum poligami hampir mirip dengan perceraian.

Misalkan ada pertanyaan : “Apakah ibu-ibu setuju perceraian?” Jika yang dimaksud pertanyaan itu
adalah setuju dicerai, tidak ada seorang perempuan pun di awal pernikahannya yang punya keinginan untuk dicerai. Kalaupun dalam perjalanan pernikahannya ada perempuan yang ingin bercerai, itu karena kondisi tertentu yang membuatnya mengambil keputusan tersebut. Jika yang dimaksud pertanyaan tersebut adalah
apakah setuju dengan adanya praktek perceraian, jawabannya ialah kita tidak bisa melarang atau mengharamkan perceraian karena perceraian adalah hal yang boleh ditempuh ketika sudah tidak
ada titik temu antara suami dan istri. Jadi, jika ada perempuan yang mengatakan “saya tidak setuju poligami”, harus diperjelas lebih dahulu apakah maksud pernyataannya tersebut adalah “tidak setuju dipoligami” atau “tidak setuju dengan adanya hukum poligami”.

Semoga kita tidak bertindak gegabah seperti halnya penganut agama lain yang membuat peraturan baru (bid’ah) dengan mengharamkan perceraian karena melihat perceraian sebagai sesuatu yang negatif. Buruk atau tidaknya perceraian sangat tergantung dari kondisi. Jika sang suami berkelakuan sangat buruk dan tidak bisa berubah lagi, bisa jadi perceraian adalah jalan terbaik. Begitu pula dengan poligami. Kita tidak bisa mengharamkan poligami hanya karena menganggap poligami sebagai sesuatu yang tampak buruk. Baik atau tidaknya poligami juga tergantung dari kondisi. Jika para suami merasa mampu berbuat adil maka para ibu boleh mengingatkan suaminya akan ayat ini : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri-(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian....” (QS.4:129)
. Tapi ayat ini bukan menjadi larangan untuk poligami. Hanya sebuah peringatan bahwa adil yang dimaksud dalam poligami bukan berdasarkan pada subjektifitas suami.

Yang merasakan adil atau tidaknya adalah sang istri. Karena itu sang istri diperbolehkan mengajukan negosiasi untuk menentukan dimana letak keadilan tersebut. Jika negosiasi tidak berhasil, sang istri boleh memilih opsi perceraian. Perceraian bukanlah perbuatan yang dibenci oleh Allah jika dilakukan dengan baik-baik. Para istri jangan takut setelah bercerai tidak mendapat rizki karena setelah perceraian itu Allah akan memberikan karunia-Nya. “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing mereka dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Mahaluas (karunia- Nya) lagi Mahabijaksana.” (Q.S. An Nisaa [4]: 130).


Tinggal sang suami berpikir mau maju terus atau mundur. Ada yang berpendapat pologami diperbolehkan
karena di jaman sekarang wanita lebih banyak dari laki-laki. Padahal dalam Alquran (ayat kauliyah)
dikatakan bahwa : “Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan.” (Q.S. An Naba’ [78]: . Dan
ternyata menurut data BPS tahun 2005 (ayat kauniyah) jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia mempunyai perbandingan yang sama yaitu 1:1. Silahkan cek data kependudukan di wilayah masing-masing. Insya Allah akan menemukan perbandingan yang serupa. (Muh Farid)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun