Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - The Pessimistic Man

Seorang lelaki pesimis yang bercerita tentang kehidupannya | Find me on Instagram @wilfrededida

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agama Musuh Terbesar Pancasila?

15 Januari 2024   12:37 Diperbarui: 15 Januari 2024   13:15 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil tidak terlihat, mungkin ada Kebijakan maupun strategi dan upaya untuk mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai dari Pancasila masih belum merata, belum sistematis. Salah satu upaya pemerintah yaitu membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Banyak opini yang berpendapat BPIP tidak menghasilkan apa-apa. Wajar saja, karena laporan pengurus sebelumnya tertutup, wartawan diminta keluar pada saat pelaporan hasil kerja.

Sederhana saja, yang harus ditingkatkan masyarakat yaitu mengenai pemahaman yang berdasar pada pengetahuan faktual yang bersifat empiris. Persepsi tentang “apa itu Pancasila dan mengapa Pancasila” suatu hal yang sangat sederhana, tetapi sangat diperlukan untuk Indonesia. Dengan persepsi dari masyarakat, saya berharap Pancasila mulai dipraktikkan oleh kalangan masyarakat, dari golongan bawah hingga atas. Saya rasa, itu yang harus BPIP mulai.

Namun, tidak mudah untuk melakukan tindakan tersebut. Sebelum kita sebagai bangsa Indonesia, belum menjadikan Pancasila sebagai “tekad”, komitmen dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari. Baik di dalam lingkungan pekerjaan, birokrasi, swasta dan lain – lain. Termasuk dalam kehidupan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia dimanapun berada;  termasuk di Papua, dan siapapun itu, termasuk; agnostik dan atheis.

Dengan demikian jelas, untuk memahami Pancasila harus dengan keseluruhan Sila; bukan hanya satu saja. Dan pembahasannya tidak hanya mengenai ideologinya saja, apalagi statis di Sila Pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Lebih miris lagi, yang berbicara itu adalah para ahli. Tetapi sayang, cara pandangnya tidak universal. Masih sempit, sampai mengatakan tidak ada tempat bagi orang yang tidak beragama, karena Pancasila dibentuk oleh orang beragama. Padahal kehidupan berbangsa ini, tidak harus memandang agama maupun kesukuan untuk saling bergotong royong.

Merujuk pada sila kedua, “kemanusian yang adil dan beradab” Pancasila sangat bersifat humanis dan ber-etika. Agnostik maupun atheis, adalah manusia yang berwarganegara Indonesia. Jadi, semua yang ada di Indonesia, adalah Pancasila dan mereka ada dalam Pancasila.

Apalagi melihat sila selanjutnya, “Persatuan Indonesia”, sangat jelas; perbedaan dan keberagaman adalah senjata untuk mempersatu bangsa, bukan sebaliknya. Kekeliruan tafsir dan praktiknya terjadi disini. Menggunakan politik dipublik dengan cara memecah belah, melalui hoax tanpa adanya diskusi dan yang seakan – akan membela, padahal nyatanya tidak.

Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan”, terlihat jelas; musyawarah untuk kaum elit, bukan kaum menengah kebawah. Mangkanya, hasilnya juga memihak kaum elite. Tidak ada kehikmatan, yang ada hanya pemerasan harga kebutuhan yang selalu tinggi.         

Sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, seluruh? Berarti termasuk atheis dan agonostik. Logikanya sederhana, ekstrimis, komunis dan Liberalpun jika merujuk pada Sila ini, justru harus mendapat tempat dan keadilan. Bukan malah diserang dan berdampak pada psikologis sosialnya yang disebut keterangsingan sosial. Bahkan mereka sering dapat perlakuan yang diskrimatif.

Pada perumusannya Pancasila sudah final, tetapi pada praktiknya masih terbilang minus dan zonk. Jauh dari harapan para pendiri bangsa Indonesia yang sudah memperjuangkan Pancasila, dan para perumus Pancasila bukan hanya yang terdaftar di BPUKI, mereka hanya mewakilkan seluruh rakyat Indonesia.

Solusinya untuk merubah itu semua, kita harus intropeksi diri, apakah kita sudah toleransi terhadap orang yang intoleran? Padahal Pancasila sudah sempurna, mengajarkan makna keadilan dan kemanusiaan dengan sangat jelas dan banyak pesan yang tersirat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun