Padahal kalau debat sama dosen nggak pernah saya seperti itu. Ia lebih menakutkan dari dosen. Dapat disimpulkan, berarti sayanya saja yang aneh. Dengan modal nekat, saya mencoba memulai duluan,
"Iyaa khan, sedang apa?," ucap saya
"Ini sedang nyoret aja," jawabnya
"Aduh gua harus ngomong apalagi  ya," ucap dalam hati
Akhirnya saya terdiam. Ia pun sibuk dengan kertas ujian muridnya. Saya nggak tahu harus bicara apalagi seperti terkunci mulut saya ini, akhirnya saya pamit karena memang sudah nggak sanggup lagi berada disampingnya atau juga karena sama-sama diam.
Kejadian di perpustakaan fakultas itu, sebetulnya sudah lama sekali. Saat saya semester dua. Tahun 2019, dan sekarang saya semester lima di tahun 2020.
Karena teman saya banyak yang greget dengan cara saya menyimpan harapan pada perempuan itu, sebagian teman saya memberi saran agar saya bilang aja, bahwa saya mencintainya. Enak bener situ ngomong.
Tetapi nggak semudah itu. Saya nggak ada mental untuk ungkapkan itu. Disamping itu, saya merasa khawatir ia nggak punya perasaan yang sama pada saya. Argghhhh saya ini banyak mikirnya.
Ada hal yang lebih dikhawatirkan, yaitu jika saya suatu saat mendapatkan kabar ia sudah bersama yang lain. Dengan penyeselan akibat kesalahan sepele, hanya karena saya nggak berani buat bilang, nggak berani mengungkapkan. Padahal kan nggak harus bicara langsung, bisa lewat pesan manual (surat) atau lewat fitur chatting pada telepon seluler.
Di tahun 2020 ini, genap sudah harapan saya setahun setengah. Saya menyukainya dari masa pengenalan kampus di Tahun 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H