Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - The Pessimistic Man

Seorang lelaki pesimis yang bercerita tentang kehidupannya | Find me on Instagram @wilfrededida

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan yang Nggak Pernah Selesai

28 Juli 2020   11:44 Diperbarui: 28 Juli 2020   12:14 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mungkin rindu ka,"

Muka saya nggak memerah, nggak salah tingkah, seperti orang jatuh cinta lainnya. Tetapi yang dirasa ialah kegelisahan. Pertanyaan paling mendasar, apa saya terlalu berharap pada perempuan itu, sehingga saya membawanya ke dalam mimpi, atau Tuhan yang mengantarnya ke mimpi saya?

Entahlah, saya takut. Bilamana saya telah terjatuh sejatuh -- jatuhnya dalam mencintanya. Tetapi saya nggak pernah lupa siapa diri saya ini dan siapa dirinya. Saya merasa ada kesenjangan status sosial diantara saya dengan dia, itu yang terus menghantui saya.

Nggak banyak yang dapat saya lakukan kecuali berdoa pada-Nya. Lalu berharap pada doa, yang saya sendiri nggak tahu, doa itu sampai atau malah nyangkut di awan. Karena saya tanya pada guru agama, siapa yang bisa menjamin doa itu sampai, guru agama saya malah bilang "hanya Tuhan yang mengetahui", terus saya harus tanya Tuhan supaya mengetahui? Caranya gimana ya? bingung jadinya saya.

Nggak banyak usaha yang saya lakukan selain berdoa. Nggak sanggup mulut ini mengatakan saya inginkan dia untuk menjadi teman hidup saya. Nggak sanggup, berucap "jadilah tempat pertama dan terakhir saya dalam bercerita".

Sambungan

Menyambung percakapan dengan teman saya tadi, mungkin betul kali ya, saya sedang merindunya. Mungkin karena saya nggak pernah ketemu lagi sudah berbulan -- bulan, bisa jadi karena kita beda jurusan di kampus.

Terakhir kali bertegur sapa, pada saat ia sedang duduk depan perpustakaan sambil mengkoreksi lembar soal muridnya, ia seorang guru di yayasan yatim disamping kegiatan kuliahnya. Itu juga yang membuat saya kagum dengannya.

Padahal saya sudah pura -- pura tidak melihatnya, tiba -- tiba ia menyapa dengan penuh keceriaan,

"Arka, sombong banget", teriaknya

Saya kaget, ia menyapa seolah nggak ada yang aneh. Ya, walaupun pada kenyataannya memang nggak ada kalau bagi dia. Tapi, sumpah badan saya gemetar. Saya menghampirinya dan sedikit bicara padanya, omongan saya juga nggak seperti biasanya, saya grogi, nggak lancar, patah -- patah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun