Mohon tunggu...
Dedi Hamid
Dedi Hamid Mohon Tunggu... Driver -

berjuang hidup demi masa depan keluarga yang bahagia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Curhat Teman Sekampong

17 Maret 2019   17:58 Diperbarui: 17 Maret 2019   18:30 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Barang kali saya,kita semua, atau anda hari ini dihidang Semangkuk buah simalakama dihidangkan untuk santapan malam,saya menyebutnya"kawan akrab" karena selama di selatpanjang atau sekarang lebih dikenal dengan kabupaten kepulauan meranti , saya cukup dekat dengan mereka dalam lingkup sosial bermasyarakat. Seorang di antaranya malah sudah seperti saudara sendiri.

Beberapa kawan akrab saya itu dilamar oleh sebuah partai untuk menjadi calon legislatif.Lagian, selama lebih sekian tahun ini saya secara terus terang menyatakan diri sebagai kader golput sejati, alias anti politik praktis . Pasalnya, saya sama sekali tidak pernah melihat bukti konkrit secara lokal-nasional mengenai produksi positif dari sistem demokrasi Indonesia pasca reformasi 1998.

Parahnya dampak demokrasi Indonesia pasca reformasi 1998, dimana orang-orangnya ketahuan bahwa mereka rakus dan hanya mementingkan diri sekaligus partainya. Lihat saja fenomena wakil rakyat dan pentolan partai yang tertangkap korupsi! Maka dari itu, dengan penuh kesadaran, saya berketetapan tekad menjadi seorang kader golput sejati secara murni dan konsekuen.nah, justru kawan-kawan akrab saya menyampaikan cara mereka berpolitik kita harus masuk sistem yang sedang berlangsung," ujar mereka. Tidak lupa mereka mengadopsi pernyataan-pernyataan seorang tokoh, dan fakta-fakta tokoh lainnya. Contohnya, Jokowi dan Ahok.

"yang katanya mereka tidak menjiplak Jokowi-Ahok, melainkan mengambil semangatnya, karena saya sendiri kerepotan harus blusukan seperti Jokowi."  sembari meminta doa dan dukungannya kepada saya. Itulah yang saya bilang tadi, "Semangkuk buah simalakama dihidangkan untuk santapan siang!" Sebenarnya saya keberatan jika teman-teman saya itu terlibat politik praktis dengan menjadi orang partai.tapi apakan daya

Yang saya ketahui partai "Ya, ibarat perahu yang bocor sana-sini,"  begini
Ibarat perahu, di ruang bawahnya berisi para perombak alias bajak laut." Bagaimana tidak. Di atas perahu kelihatannya aman-nyaman-tentram saja tetapi di ruang bawahnya orang-orang berdebat berdeda pendapat hingga adu jotos...terus begitu leluasa membuat perjamuan penuh pora. "Tapi kalau kita tidak masuk ke perahu, dan melakukan sesuatu yang baik, atau katakanlah, perubahan yang baik, bagaimana bisa mengubah sistem.

Seorang Jokowi harus masuk ke sistem supaya benar-benar mewujudkan impian rakyat, terserah kendaraan atau perahu apa yang mereka pakai. Begitulah penuturan saya terhadap teman-teman akrab saya yang lagi berjuang nantinya merebut kursi panas legislatif 2019

Akan tetapi, di antara sekian ada berapa segelintir  yang benar-benar wangi, murni dan kensekuen berjuang untuk rakyat? Pasalnya, sistem kepartaian dalam demokrasi pasca reformasi 1998 ini bukan satu-dua orang baik yang masuk ke sebuah partai. Tetapi, mereka-mereka itu bisa atau jadi apa? Kalau tidak terbawa arus, ya cuma jadi batu alias pelengkap penderita tetapi bisa menikmati duit ini-itu juga.

Secara pribadi, saya masih memercayai integritas kawan-kawan akrab saya ini. Saya tidak pernah mendengar desas-desus kasus uang apa pun dalam perjalanan usaha mereka. Kejujuran, dedikasi, dan semangat penuh keikhlasan selalu mereka perlihatkan. Usaha apa pun mereka seimbangkan antara realitas dan spiritualitas; mencari nafkah dan beramal/bersedekah.

Saya masih ngeri membayangkan, suatu saat kawan-kawan akrab saya ini terpaksa terlibat dalam aksi pat-gulipat para pengkhianat itu diakibatkan oleh sistem dan budaya politik Indonesia ini sudah rusak karena para pengelolanya rusak akhlaknya. Orang-orang itu selalu menjual nama "rakyat" untuk memenuhi ambisi kekuasaan atau kerakusan mereka sendiri. Apalagi mereka beramai-ramai hendak menetapkan undang-undang anti penyadapan KPK karena, sebenarnya, mereka khawatir kalau kelak justru mereka sendiri atau kolega bahkan keluarga mereka yang ditangkap KPK.

Sampai saya mengakhiri tulisan dan perenungan  saya masih belum mampu memahami "dukungan" apa yang bisa plus pantas saya berikan untuk Kawan- kawan akrab saya yang hendak nyaleg 2019 . Mungkin inilah namanya DAMPAK MAKAN BUAH SIMALAKAMA.

Sekian,penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun