Mohon tunggu...
dedi efendi
dedi efendi Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Madrasah

Pendidik, peneliti, dan motivator berdedikasi mencetak generasi unggul lewat inovasi pendidikan berbasis nilai. Sebagai Pengawas Madrasah, aktif dalam penelitian, pengembangan kurikulum, dan publikasi ilmiah. Berkomitmen mendorong transformasi pendidikan berbasis teknologi-kearifan lokal serta peningkatan profesionalisme guru untuk kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karakter Palsu Produk Pendidikan: Saat Anak Hanya Baik Jika Dilihat dan Patuh Jika Dihukum

26 Januari 2025   03:35 Diperbarui: 26 Januari 2025   03:35 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Reward and Punishment: "Siapa yang dapat nilai tertinggi, akan mendapat hadiah!"
Kindness Strategy: "Aku melihat kamu berusaha keras dalam belajar. Itu luar biasa!"

Perbedaan? Anak-anak tidak hanya termotivasi karena hadiah, tetapi karena merasa dihargai atas usaha mereka.

C. Mengajarkan Konsekuensi Nyata, Bukan Hukuman Semata

Reward and Punishment: Anak yang membuang sampah sembarangan dihukum berdiri di depan kelas.
Kindness Strategy: Anak diajak berdiskusi, "Bagaimana jika semua orang membuang sampah sembarangan? Apa dampaknya bagi lingkungan kita?"

Dengan cara ini, anak akan memahami mengapa perbuatannya salah, bukan hanya takut dihukum.

D. Mengubah Cara Menilai Keberhasilan

Reward and Punishment: Hanya melihat angka ujian dan ranking.
Kindness Strategy: Mempertimbangkan perkembangan karakter, empati, dan sikap reflektif siswa.

Tantangan dan Peluang: Apakah Pendidikan Kita Siap Berubah?

Mengubah sistem pendidikan dari reward and punishment ke kindness strategy tentu bukan hal mudah.

Banyak guru dan orang tua masih percaya bahwa tanpa hukuman, anak akan manja.
Ada kekhawatiran bahwa tanpa hadiah, anak tidak akan termotivasi.
Sistem pendidikan kita masih berbasis angka dan kepatuhan, bukan kesadaran dan karakter.

Namun, berbagai penelitian membuktikan bahwa pendekatan berbasis empati dan kesadaran lebih efektif dalam membentuk karakter jangka panjang.

Jika kita ingin membentuk generasi yang jujur, disiplin, dan bertanggung jawab bukan karena paksaan, tetapi karena kesadaran, maka sudah saatnya kita beralih dari pendidikan yang penuh ancaman dan imbalan menuju pendidikan yang lebih manusiawi.

Jadi, kita mau mendidik anak yang benar-benar baik, atau hanya terlihat baik?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun