Mohon tunggu...
dedi efendi
dedi efendi Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Madrasah

Saya adalah pendidik, peneliti, dan motivator yang berdedikasi mencetak generasi unggul melalui inovasi pendidikan berbasis nilai. Sebagai guru senior di MAN 5 Agam dan kini Pengawas Madrasah di Kementerian Agama Kabupaten Agam, saya aktif dalam penelitian, pengembangan kurikulum, dan publikasi ilmiah. Komitmen saya adalah mendorong transformasi pendidikan berbasis teknologi dan kearifan lokal serta mendukung profesionalisme guru untuk kemajuan bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karakter Palsu Produk Pendidikan: Saat Anak Hanya Baik Jika Dilihat dan Patuh Jika Dihukum

26 Januari 2025   03:35 Diperbarui: 26 Januari 2025   03:35 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam dunia pendidikan, kita sering melihat anak-anak yang rajin, patuh, dan berperilaku baik di sekolah. Namun, begitu keluar dari lingkungan sekolah, tiba-tiba mereka berubah: melanggar aturan, berbicara kasar, atau bahkan melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma yang diajarkan di sekolah.

Mengapa bisa demikian? Salah satu penyebabnya adalah sistem pendidikan yang masih bertumpu pada reward and punishment.

Siswa dibiasakan berbuat baik karena ada insentif (hadiah), atau takut berbuat salah karena ada hukuman. Akibatnya, karakter yang terbentuk bukanlah kesadaran intrinsik, melainkan kepatuhan semu yang hanya muncul saat ada pengawasan.

Jika pendidikan masih seperti ini, kita tidak sedang membentuk karakter sejati---kita hanya sedang melatih anak untuk bermain peran sesuai situasi.

Bahaya Reward and Punishment: Karakter Instan yang Tidak Berakar

Konsep reward and punishment berasal dari teori behaviorisme yang dipelopori oleh B.F. Skinner. Ia menyatakan bahwa perilaku manusia dapat dikontrol melalui sistem stimulus-respons: jika seseorang diberi penghargaan atas suatu tindakan, mereka akan mengulanginya; jika diberi hukuman, mereka akan menghindarinya.

Sekilas, ini tampak masuk akal. Namun, penelitian psikologi pendidikan menunjukkan bahwa model ini tidak efektif dalam membentuk karakter jangka panjang.

Riset Alfie Kohn (1993) dalam buku Punished by Rewards menemukan bahwa penghargaan justru dapat menurunkan motivasi intrinsik seseorang.

Studi Deci & Ryan (1985) dalam Self-Determination Theory menyatakan bahwa individu yang hanya dimotivasi faktor eksternal (hadiah atau hukuman) cenderung kehilangan otonomi dan sulit mengambil keputusan moral yang benar.

Eksperimen Mark Lepper (1973) menunjukkan bahwa anak-anak yang awalnya suka menggambar akan kehilangan minat setelah diberi hadiah untuk menggambar.

Ini membuktikan bahwa ketika seseorang terbiasa hanya bertindak karena hadiah atau hukuman, mereka tidak lagi memiliki dorongan intrinsik untuk melakukan hal yang benar.

Dampaknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun