Bayangkan sebuah bangunan megah, indah, penuh dengan ornamen artistik, tapi tidak ada tiang. Bangunan itu mungkin terlihat menawan sesaat, tapi satu tiupan angin kencang akan membuatnya ambruk. Begitulah agama tanpa shalat. Shalat adalah tiang yang menyangga bangunan iman. Namun ironisnya, tiang ini sering kita abaikan.
Kita tahu pentingnya shalat, tapi sering menganggapnya seperti camilan---"kalau sempat." Padahal, tanpa tiang ini, bangunan kehidupan kita bisa runtuh kapan saja. Lebih lucunya, kita sering memberi alasan yang, kalau dipikir-pikir, terdengar seperti komedi absurd.
Shalat: Janji dan Hubungan Langsung
Shalat adalah janji. Janji kita kepada Allah, Sang Pencipta, bahwa kita akan datang, berdiri, rukuk, dan sujud sebagai wujud penghambaan. Tapi apa yang sering terjadi? Kita malah berkata, "Tunggu sebentar ya, Allah. Lagi seru scrolling media sosial, nih."
Bayangkan jika Anda punya janji penting dengan seseorang, lalu Anda datang terlambat sambil berkata, "Maaf, tadi sibuk lihat meme lucu." Apa reaksi mereka? Marah? Kesal? Tapi Allah, dengan kasih sayang-Nya, tidak marah. Dia hanya menunggu kita, selalu dengan pintu yang terbuka.
Ada satu pertanyaan: Mengapa kita lebih mudah menunda shalat dibanding menunda makan siang? Atau lebih sibuk memikirkan notifikasi ponsel daripada mendengarkan panggilan azan?
Ketika Tiang Roboh, Siapa yang Kita Salahkan?
Kadang kita merasa hidup ini berat, penuh masalah, dan bertanya-tanya, "Kenapa hidup saya seperti ini?" Tapi pernahkah kita bercermin dan bertanya, "Bagaimana shalat saya?"
Shalat adalah fondasi yang menguatkan hati. Saat kita tegak berdiri dalam shalat, kita sedang menegakkan hubungan dengan Sang Pemilik solusi. Tapi saat tiang itu rapuh, jangan heran jika hati kita juga mudah guncang.
Ada orang yang bilang, "Ah, shalat bisa nanti. Saya sibuk kerja, Allah pasti paham." Tapi apakah Anda juga berkata seperti itu kepada ATM ketika ingin menarik uang? "Nanti aja deh nariknya, toh uangnya masih di sana." Tidak, kan?
Pengingat Kecil di Tengah Rutinitas
Pernah dengar cerita orang yang buru-buru shalat karena mendengar azan terakhir? "Azan terakhir" ini biasanya berupa teriakan: "Allahu Akbar! Subuh tinggal lima menit, cepet bangun!" Akhirnya, mereka shalat dengan kecepatan kilat. Bacaan shalatnya seperti rap battle: Al-Fatihah selesai dalam satu tarikan napas, dan tahiyatnya seperti iklan disclaimer di akhir video YouTube.
Lucu? Iya. Tapi juga menyedihkan. Shalat, yang seharusnya menjadi momen tenang bersama Allah, malah dijadikan tugas terburu-buru yang asal selesai.
Mengubah Perspektif: Shalat sebagai Pelukan, Bukan Beban
Coba kita ubah cara pandang. Shalat bukanlah kewajiban yang memberatkan, tapi pelukan lembut dari Allah. Saat kita sujud, kita sedang meletakkan kepala kita---simbol kehormatan dan kebanggaan manusia---di hadapan-Nya. Itu bukan tanda kelemahan, tapi bukti pengakuan bahwa kita tidak bisa hidup tanpa Dia.
Ketika hidup terasa berat, shalat adalah tempat kita berbicara langsung dengan-Nya. Kita tidak perlu antre, tidak perlu sinyal internet, dan tidak perlu membayar langganan premium. Shalat adalah hotline 24 jam yang selalu aktif.