Mohon tunggu...
Dedi Sutisna
Dedi Sutisna Mohon Tunggu... -

Brave to be different

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kritis ataukah Menentang

16 Maret 2014   17:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritis Ataukah, Menentang.

Oleh ; Dedi Sutisna

Pagi tadi, tak sengaja aku melihat berita di televisi mengenai para pendemo yang mengkritik kebijakan pemerintah mengenai hal yang tidak aku ketahui, terlihat banyak mahasiswa yang berbaris merapat dengan teriakan teriakan yang berisik. Suara yang lantang terdengar seperti anjing yang menggonggong di siang hari, melawan para satpolpepe dan juga polisi yang menghadang dengan perisai seng besi, terkadang mahasiswa bentrok dengan polisi atau petugas keamanan secara anarkis dan tak manusiawi. Terlintas pikiran dalam benakku alangkah lucunya negeri ini, disaat para penguasa saling berdebat dan saling menjatuhkan satu sama lain karena kebohongan dan tidak amanahnya mereka memimpin negeri ini, lain halnya dengan mahasiswa yang memaksa berteriak mengeluarkan suara yang hampir serak dengan keringat bercucuran akibat panasnya matahari untukmengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap kurang bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat yang mungkin aspirasi mereka tak akan di tanggapi oleh sang penguasa negeri.

Sungguh kejadian yang mengecewakan hati, seharusnya kita bisa kembali merenung dan belajar dari kesalahan kita dimasalalu bukankah setiap kita berdemo atau mengkritik sesuatu hal kebijakan pemerintah yang tak sesuai dengan harapan rakyat yang dilakukan selama ini selalu berujunganarkis, itu berarti melahirkan persepsi publick yang kurang baik secara tidak langsung bahwa orang orang aktivis atau pendemo dan mahasiswa seringbentrok danmenentang kebijakan bukan mencari sebuah solusi dan saran yang merubah bangsaini menjadi lebih baik.

Mengkritik ataukah menentang, mengkritik adalah sesuatu hal tanggapan yang memberikan saran dan solusi yang tepat bukan berupaya berdemo yang sering berujung anarkis sehingga menimbulkan bentrok dengan petugas keamanan, itu seolah olah menentang penuh amarah dengan emosional tinggi.

Saatnya kini kita berubah dan memahami bahwa kita adalah seorang pemuda agent of change yang mempunyai visi yang terarah yang dibangun secara intelektual untuk kemakmuran negeri tercinta ini.oleh karena itu, kita perlu belajar banyak hal dari dosen maupun guru dan para pahlawan kita. Sama halnya saat kita mencoba untuk berpikir secara kritis. Seharusnya kita paham akan konsep berpikir kritis sehingga kita tidak terjebak dalam pemikiran kita sendiri.Berfikir kritis yaitu memberikan setiap ide ide yang membangun dan melahirkan aspirasi yang edukatifserta menciptakan karya karya sosial untuk kemajuan bangsa ini melalui banyak hal dengan aktivitas yang positif.

Sesungguhnya kualitas hidup ditentukan dengan bagaimana cara berpikir, sehingga dari pemikiran yang berkualitas itu kita akan mampu menciptakan penemuan atau pun inovasi baru dalam hidup kita . Bukankah seorang pahlawan lahir dari cara berpikirnya yang selalu besar. Ilmuwan-ilmuwan ternama dunia pun mengubah wajah dunia yang tradisional menjadi dunia yang luar biasa ini dengan perubahan pemikiran.

Mahasiswa yang berada dalam lingkaran orang-orang terbaik dari bangsa ini dalam lingkungan Akademis dengan sistem dan aturan yang dirancang dengan manajemen yang baik. Manusia-manusia yang sesungguhnya sanggup mengubah peradaban dunia ini, yang sanggup mengubah wajah bangsa ini menjadi lebih baik. Di dalam derasnya arus globalisasi, kita juga adalah pemikir-pemikir. Tidak sedikit dari kehidupan sosial yang menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Kebijakan pemerintah tidak luput dari pengamatan mahasiswa. Tapi, apakah buah pemikiran kita sudah memiliki standar intelektual? Benarkah pemikiran kita sudah kritis? Ataukah hanya sekedar ide kosong, Pemikiran yang bukan hanya sekedar muncul dari rasa emosional dan asumsinamun sebuah karya intelektual yang hadir secara ilmiah, atas dasar validitas dan analisis suatu data yang objektif. Jangan-jangan kita hanya terjebak dalam arus provokasi yang ’memaksa’ untuk berpikir kritis, namun hanya untaian kata-kata tanpa arti yang keluar dan berakhir tanpa manfaat yang baik.

Maka untuk itu cobalah kita rubah dan daur ulang ide ide dan aspirasi kita serta kritik kritik itu kita kemas dengan sebuah karya intelektual yang bermanfaat. Berani melakukan hal yang baik dan berbeda, Let’s do it.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun