Rindu Zaenudin ke kampung halamannya sudah naik ke ubun ubun. Ia sudah 5 tahun tak bisa pulang. Sebabnya dirantau selama hampir 3 tahun keadaan ekonomi belum menunjang. Dua tahun lalu sebenarnya Zae 39 tahun, sudah berniat mudik . Sudah punya sedikit bekal untuk di perjalanan dari Bekasi ke Karangnunggal di Tasikmalaya Selatan. Hampir di bibir lautan Hindia.Tapi tiba tiba ada larangan mudik, Â gara gara merebaknya Corona. Ia menyebutnya" mang Opid". Covid19 maksudnya. Tahun berikutnya 2021, Â sami mawon, sarua wae, gak boleh pulang kampung. Dia hanya bisa kirim WA kepada sanak saudara sambil tak lupa berminal aidzin walfaidzin.
Baru tahun ini 2022 pemerintah membolehkan pulang kampung Alias mudik. Tapi ada syaratnya, harus telah divaxin minimal 2 kali. Untung ada perusahaan yang membantu vaxin gratis. Maka bersujud sukurlah si Zae.
"Hore aku bisa pulang" ungkapnya girang.
Ia bisa melampiaskan rasa kangen kepada sanak saudara dan keluarga di sana. Juga bisa "nyekar" ke makam ibu bapaknya". Dia memang pengikut akhli Sunnah wal jamaah, yang berbudaya nyekar ke kubur leluhur.
Ia juga ingin mendengar kabar dari kawan-kawan di kampung tentang proses pembentukan kabupaten Tasik Selatan. Dulu dia pernah ramai-ramai membicarakan usaha pemekaran kabupaten Tasikmalaya Selatan itu.
Pasti nanti dia akan melongo mendengar penuturan bahwa proses pembentukan kabupaten Tasela itu tersendat sendat. Sekarang usulannya baru akan dikirim dari provinsi Jawa Barat ke Depdagri.
Selain terjebak birokrasi dan dukungan setengah hati dari kabupaten induk, juga kemudian terhalang moratorium. Penghentian sementara itu tak jelas batasnya. Kunci moratorium masih ada di saku Kiyai Ma'ruf Amin. Sebagai wapres secara ex oficio dia menjadi ketua Dewan Pertimbangan pembentukan Daerah Otonomi Baru. Abah sudah tegas mengatakan bahwa tak bisa membuka kunci moratorium karena negara tak punya uang. Kepada ketua DPD Mahmud La Nyala Mattaliti yang datang menemuinya sambil membawa 185 usulan DOB yang masuk melalui DPD, abah mengatakan 80 persen dari 215 DOB yang sudah dibentuk selama 1999 sampai 2015 tidak bisa berkembang dengan baik. Tiap tahun anggarannya dibebankan kepada APBN. Sekarang kantong negara sedang cekak. Apalagi harus menyelesaikan penanganan pandemic dan recovery ekonomi.
Jadi gak jelas pula lah nasib Tasela yang ajuannya baru akan dikirim dari provinsi. Padahal dilaci pak Tito Karnavian, Mendagri, ada 327 usulan yang terjebak macet. Semua karena moratorium masih dikunci pak wapres.
Itulah kira kira cerita teman teman di Tasela yang mungkin didengar Zaenudin sambil sesekali kepala termanguk mangguk ke atas dan ke bawah atau menggeleng geleng ke kiri dan ke kanan.
Tapi mau apalagi. Gak usah disesali, apalagi prustasi. Namanya perjuangan. Biarlah, kalau tidak kita alami anak cucu yang menikmati. Mereka akan bangga pada perjuangan orang tuanya yang tak kenal lelah dan menyerah.
Ada pesan moral buat Zaenudin, dan lainnya yang pulang mudik. Nanti kalau balik lagi ke kota jangan bawa siapa siapa. Teman atau sanak saudara. Jangan tambah  jumlah urban.  Nanti kota akan semakin padat sementara desa lama lama bisa "kosong melompong". Biar Zae saja yang sudah terlanjur kebawa arus urban.- *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H