Kiyai Haji Subkhi lahir di Parakan, sebuah kota Kewedanaan di Kabupaten Temanggung tanggal 31 Desember 1858. Ia putra sulung kiyai Harun Rasid dan cucu dari kiyai Abdul Wahab.
Sang kakek itu mantan pasukan Pangeran Diponegoro dalam perang melawan Belanda tahun 1825-1830. Lantaran dikejar kejar Belanda, ia melarikan diri dan terdampar di Parakan.
Abdul Wahab menetap disana mendirikan pesantren dan beranak pinak. Salah seorang cucunya bernama Subchi atau Subeki. Subchi adalah anak sulung Harun Rasid penghulu masjid di sana. Dikemudian hari Subchi menjadi kiayi dan meneruskan kepemimpan pesantren. Menjadi tokoh dan  pimpinan Serikat Islam dan Rois Suriah NU kabupaten Temanggung.
Ketika lahir, ayahnya  memberi nama Mohammad Benjing. Setelah menikah namanya diganti menjadi Sumowardoyo. Dan setelah naik haji berganti lagi menjadi KH Subchi atau Subeki.
Pada jaman penjajahan Belanda, masyarakat  Parakan sangat menderita.  Mereka jadi korban pemerasan pemerintah kolonial. Mereka harus melaksanakan tanam dan kerja paksa. Jaman Jepang sami mawon. Mereka dipaksa bekerja sebagai "romusha".
Beberapa dikirim ke Banten, Malaysia dan Miyanmar. Banyak yang tak kembali dan tak diketahui nasibnya.
Setelah merdeka, Subchi memimpin perlawanan kapada tentara kolonial. Â Beberapa kali mencegat dan mengganggu tentara Jepang yang lewat ke Parakan dalam rangka melarikan diri setelah kalah perang melawan sekutu.
Mereka kembali menggarap tanah yang sempat terbengkalai karena harus bekerja paksa. Sebenarnya tanah di Parakan itu subur karena berada di dua kaki gunung yaitu Gn Sundoro dan Sumbing.Â
KH Subchi juga memiliki tanah yang cukup luas.Â
Ia manfaatkan lahan itu untuk bertani terutama tembakau. Â
Sebagian tanah yang tidak tergarap diberikan kepada warga yang tidak memiliki lahan untuk digarap. Masyarakat mengenal Subchi sebagai pribadi yang baik. Suka menolong dan memiliki sifat sebagai  pemimpin. Karena itu, kiyai sangat dihormati serta karismatik.