Cerita lain berembus dari desa Kalipucung kecamatan Samankulon kabupaten Blitar.
Di sana ada mbah Manshur yang juga piawai menyepuh senjata yang memenuhi unsur 3M, Mudah, Murah dan Meriah.
Adalah kiyai Hisyam putra bungsu mbah  Manshur yang bercerita soal kedahsyatan  awi mencos itu kepada MNCMEDIA.
Kata Hisyam yang waktu perang Surabaya dan Ambarawa itu masih berumur 7 tahun dan pernah ikut ayahanda ke Surabaya, melihat sendiri kedahsyatan senjata yang sudah dirumat mbah Manshur itu. Katanya antara lain bambu runcing itu bisa dilepas dan terbang sendiri menuju sasaran dan "clup"  nyusup  ditubuh musuh. Hampir dipastikan mereka mati  cepat atau lambat.
Lalu ada pula narasi bahwa sesungguhnya bambu runcing itu sudah digunakan ketika perang Dipinegoro di Jawa Tengah (1925-1930).
Kalau dicermati benang merahnya tampak terbentang.  Tenyata ayah mbah Mansur, Abu Mansur dan kakek Kiyai Subchi kiyai Abdul Wahab  adalan mantan pasukan  perang Pangeran  Diponegoro.
 Setelah Pangeran ditangkap dan diasingkan ke Makasar, mereka terus dikejar kejar Belanda maka merekapun mencari tempat persembunyian.  Abu Manshur terdampar di Blitar sedang Abdul Wahab nyampe ke Parakan Temanggung. Mereka terus menetap dan mendirikan pesantren. Mengajar para santri serta  memperdalam ilmu "kanuragan".
Semua yang saya papar dalam tulisan ini saya akhiri dengan pernyataan "wallahualam bishawab".
Semua hanya katanya. Tapi realita sejarah adalah, laskar santri, hizbullah dan sabilillah itu berhasil mengusir tentara sekutu dari Surabaya dan Ambarawa.- ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H