Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perpres Kok Ompong?

3 Maret 2021   23:19 Diperbarui: 3 Maret 2021   23:40 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini bukan komentar pribadi saya. Kemarin saya sudah berjanji kepada teman-teman di beberapa grup WA untuk berhenti bersahutan memberi komentar atas deklarasi presiden Jokowi mencabut lampiran III Perpres 10 - 2021. Perpres yang seketika membuat reaksi keras  menyangkut izin investasi minuman beralkohol.

Saya memang merasa tidak memiliki kapasitas untuk itu. Saya bukan akhli hukum. Saya hanya seorang pekerja jurnalistik. Karena itu saya berjanji akan kembali ke fungsi dan tugas saya, mendengar, mencatat dan menulis.

Apa yang saya lakukan dengan tulisan itu insaallah saya batasi dalam bingkai itu. Mendengar, mencatat dan menulis.

Saya membaca komentar Profesor Yusril Isya Mahendra.  Kata pakar hukum Tata negara itu Perpres 10 tahun 2010 itu harus direvisi. Caranya kata mantan Mensesneg,  batalkan seluruh Perpres itu dan buat Perpres baru tanpa memuat soal investasi minuman beralkohol. Tentu saja tanpa lampirannya. Lampiran itu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari induknya, perpres 10 itu 2021 itu.

Pembuatan peraturan perundangan itu ada aturan dan mekanismenya. Ada Undang Undang No. 12 tentang  pembuatan peraturan perundangan yang kemudian diubah dengan UU No. 15 tahun 2019 tentang yang sama. Semua peraturan bisa dicabut atau diubah dengan peraturan yang memiliki derajat sama atau lebih tinggi. Jadi Perpres bisa  dicabut atau dirubah minimal dengan Perpres yang sama. Tentu tak cukup bahkan tak boleh secara lisan saja.

Ada teman saya yang berkomentar kalau lampirannya saja yang dicopot maka itu Perpres jadi ompong alias gigi gompal.

Masa ada Perpres ompong,  katanya. Saya tahu dia cuma bercanda.

Tak hanya Yusril, banyak pihak mengacungkan jempol pada pak Jokowi. Muhammadiyah yang sebelumnya gencar menolak Perpres itu kini menganggap Jokowi telah menunjukan sikap dan langkah  politik yang positip dan terbuka atas kritik.

Anggota komisi III DPR Didik Mukrianto menyebut peraturan itu perlu untuk kepastian hukum tetapi juga harus menimbang kepentingan masyarakat luas. Mendengar  nuansa kebatinan rakyat.

Fraksi PAN DPR memuji presiden bertindak bijak untuk meredam kegaduhan yang serta merta marak di sana sini.

Jadi kalau kita taklid pada pendapat pakar hukum seperti Prof Yusril maka Presiden masih harus membuat Perpres perubahan. Masa peraturan resmi yang ditanda tangani presiden dan diundangkan di lembaran negara dicabut cuma dengan lisan ?

"Kaya sabda raja atau titah pangeran saja", komen teman saya.

Satu lagi yang menggelitik hati saya adalah keterangan juru bicara wapres, Masduki Baidlowi. Kata pak jubir, Wapres Prof Dr KH Maruf Amin  malah tidak tahu ada Kepres itu. Wapres baru tahu dari desakan desakan orang  yang berdatangan agar wapres meminta presiden mencabut kepres itu.

Ini aneh bin ajaib. Super aneh, super ajaib. Bagai mana mungkin seorang wakil presiden yang sekali waktu bisa bahkan harus menggantikan tugas presiden bila berhalangan, kok tidak diajak bicara? Padahal ini soal krusial menyangkut kepentingan dan kebatinan ummat. Padahal pak Presiden tahu wakilnya itu seorang ulama. Mantan Ketua MUI lagi.

Lagi-lagi teman saya yang konyol itu nyeletuk  : "Kali abah Yayi ketiduran tuh, sampai ketinggalan angkot".

Rasanya  info pak Jubir yang juga kiyai itu tak mungkin  hoax. Jadi apa yang sebenarnya terjadi  ? Maaf saya tak punya sumber informasi  yang ainalyaqin.- ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun