Tulisan ini bukan komentar pribadi saya. Kemarin saya sudah berjanji kepada teman-teman di beberapa grup WA untuk berhenti bersahutan memberi komentar atas deklarasi presiden Jokowi mencabut lampiran III Perpres 10 - 2021. Perpres yang seketika membuat reaksi keras  menyangkut izin investasi minuman beralkohol.
Saya memang merasa tidak memiliki kapasitas untuk itu. Saya bukan akhli hukum. Saya hanya seorang pekerja jurnalistik. Karena itu saya berjanji akan kembali ke fungsi dan tugas saya, mendengar, mencatat dan menulis.
Apa yang saya lakukan dengan tulisan itu insaallah saya batasi dalam bingkai itu. Mendengar, mencatat dan menulis.
Saya membaca komentar Profesor Yusril Isya Mahendra. Â Kata pakar hukum Tata negara itu Perpres 10 tahun 2010 itu harus direvisi. Caranya kata mantan Mensesneg, Â batalkan seluruh Perpres itu dan buat Perpres baru tanpa memuat soal investasi minuman beralkohol. Tentu saja tanpa lampirannya. Lampiran itu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari induknya, perpres 10 itu 2021 itu.
Pembuatan peraturan perundangan itu ada aturan dan mekanismenya. Ada Undang Undang No. 12 tentang  pembuatan peraturan perundangan yang kemudian diubah dengan UU No. 15 tahun 2019 tentang yang sama. Semua peraturan bisa dicabut atau diubah dengan peraturan yang memiliki derajat sama atau lebih tinggi. Jadi Perpres bisa  dicabut atau dirubah minimal dengan Perpres yang sama. Tentu tak cukup bahkan tak boleh secara lisan saja.
Ada teman saya yang berkomentar kalau lampirannya saja yang dicopot maka itu Perpres jadi ompong alias gigi gompal.
Masa ada Perpres ompong, Â katanya. Saya tahu dia cuma bercanda.
Tak hanya Yusril, banyak pihak mengacungkan jempol pada pak Jokowi. Muhammadiyah yang sebelumnya gencar menolak Perpres itu kini menganggap Jokowi telah menunjukan sikap dan langkah  politik yang positip dan terbuka atas kritik.
Anggota komisi III DPR Didik Mukrianto menyebut peraturan itu perlu untuk kepastian hukum tetapi juga harus menimbang kepentingan masyarakat luas. Mendengar  nuansa kebatinan rakyat.
Fraksi PAN DPR memuji presiden bertindak bijak untuk meredam kegaduhan yang serta merta marak di sana sini.
Jadi kalau kita taklid pada pendapat pakar hukum seperti Prof Yusril maka Presiden masih harus membuat Perpres perubahan. Masa peraturan resmi yang ditanda tangani presiden dan diundangkan di lembaran negara dicabut cuma dengan lisan ?