Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Santri Nasional, "Santri Sehat, Indonesia Kuat"

20 Oktober 2020   23:39 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:09 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia dikirim sebagai akhli strategi untuk mempengaruhi pemimpin Islam di pondok-pondok pesantren. Dengan pura-pura sebagai seorang muslim yang paham tentang ilmu Islam, ia masuk ke berbagai pondok pesantren.

Tipu dayanya berhasil memperistri putri khalifah di Ciamis serta putri khalifah Apo di Bandung. Ia juga berusaha me jauhkan kiyai dan pondok pesantren dengan pemerintah.

Niatnya agar tidak terjadi gesekan.

Setelah dari tanah Jawa, dia nyebrang ke Aceh untuk meredam perang Aceh yang masih berlangsung di sana.

Keterlibatan kiyai dan santri terus berlanjut. Pada awal dan pertengahan abad ke 20, ada perlawanan KH Z. Mustofa di Singaparna Tasikmalaya, KH Rifai di Rembang, KH Dimyati di Bandung Timur dan beberapa lainnya.

Bahkan ribuan santri dan ratusan kiyai terlibat dalam perang melawan tentara sekutu di Surabaya.

Puncak perlawanan itu terjadi tanggal 10 Nopember 1945. Tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Perang habis-habisan itu dikomandoi seorang pemuda berusia 25 tahun. Namanya Soetomo atau lebih dikenal dengan nama Bung Tomo.

Pekik merdeka atau mati dan Allahu Akbar telah menggelorakan semangat tempur arek-arek Suroboyo. Diantara pasukan pejuang itu terdapat ratusan kiyai dan ribuan santri dari berbagai pondok pesantren di Jawa Timur, bahkan juga dari Jawa Barat (Babakan Ciwaringin dan Buntet)

Mereka datang dengan semangat resolusi jihad. Resolusi itu dikeluarkan sejumlah kiyai sepuh dipimpin KH Hasyim Asy'arie pada tanggal 22 Oktober di Jombang Jawa Timur. Fatwanya berbunyi "Berperang melawan tentara penjajah itu wajib hukumya". Fatwa itu dikeluarkan karena telah masuknya tentara sekutu ke Surabaya. Sebagai pemenang perang, mereka datang dengan maksud melucuti tentara Jepang yang kalah perang.

Tidak ditemukan catatan berapa ratus kiyai, berapa ribu santri yang gugur di sana. Tapi sejarah mencatat laskar bambu runcing kita memperoleh kemenangan. Tentara sekutu kocar kacir. Bahkan panglima perangnya Brigadir Jendral Malaby mati di medan perang. Karena semaraknya perang dengan jumlah yang gugur cukup banyak, maka tanggal 10 Nopember itu ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Di kemudian hari, berlangsungnya resolusi jihad ditetapkan Presiden Jokowi sebagai Hari Santri Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun