Logika dan nalar boleh saja digunakan. Asal jangan bermakna buruk sangka alias suudzon. Para pekerja, mahasiswa dan banyak orang menganggap, Â pemerintah berkolaborasi dengan sebagian besar para wakil rakyat didera syahwat besar mengesahkan RUU Omnibus Law menjadi Undang-Undang.Â
Palu sidang diayunkan  Azis Samsudin, sambil tak mengindahkan intrupsi fraksi Demokrat. Tok tok tok. Dan setelah  itu RUU pun menjadi UU Omnibus Cipta Kerja.
Saking nafsunya, pemerintah lupa bertimbang bahwa ada hal-hal negatif yang akan terjadi.Â
Mogok kerja 3 hari sembari demo di sana sini . Hal itu terjadi hanya sehari lepas palu sidang berdebam di Senayan. Dua hal negatif itu tentu saja pertama ekonomi terpuruk. Buruh tidak bekerja  selama 3 hari belum serta merta bisa dihitung berapa kerugian sektor industri.
Lalu kerumunan jutaan buruh dan mahasiswa juga belum bisa dihitung berapa jumlah paparan covid 19. Hampir dipastikan itu terjadi.
Kenapa pemerintah dan wakil wakil rakyat begitu bergairah mengesahkan RUU Itu, padahal penolakan sudah marak nyaris dari semua penjuru negeri ? Mengapa lupa pada pernyataan yang sempat keluar dari pak Presiden, bahwa pemerintah akan mengutamakan kesehatan masyarakat?
Ternyata pemerintah dan DPR yaqin betul bahwa UU yang mengadopsi 79 UU dan dikemas menjadi 1.234 pasal (belum terbilang ayat2 di bawahnya) akan memberikan input kesejahteraan bagi sebanyak-banyak rakyat. UU itu ditenggarai akan memudahkan masuknya investasi.
Mari kita simak ucapan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauzia. Ibu Menteri yang cantik itu bilang UU ini akan melindungi dan memberi kesejahteraan kepada para pekerja dan memberikan kesempatan bagi 2,9 juta penganggur.
Di benak bu Menteri tentu saja lowongan itu tercipta berkat masuknya investor yang dipermudah dengan UU anyar itu. Mereka bisa membuka bisnis dengan aman nyaman dan murah.
Tapi ngomong soal investasi menjadi lain jika menyimak apa kata Faizal Basri. Menurut ekonom senior UI itu, sesungguhnya investasi yang masuk Indonesia ini sudah baik. Dalam hal investasi,u Indonesia lebih baik dari China, Malaysia, dan Thailand. Hampir sama dengan India tapi dibawah Vietnam. 34 persen dari PDB, tertinggi di Asean dan termasuk 20 besar dunia.
Yang jadi masalah kata Faizal hasil investasi itu kecil.Tidak mendukung banyak kepada pertumbuhan ekonomi.