Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wartawan-Wartawan Hebat Jacob Oetama: Pencetus Jurnalisme Makna

6 Oktober 2020   12:18 Diperbarui: 9 Oktober 2020   22:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Mulanya,  hanya bercita-cita  menjadi guru atau  seorang pastor. Menjadi  guru seperti bapaknya, Raymundus Yosef Sandya Brotosoesiswo. Asa itu   sebenarnya sudah tercapai. Yacob pernah mengajar di SMP Mardiyuana di Cipanas Cianjur. Jalan menuju pastor sudah hampir ia gapai. Ia  mulai dengan ikut aktif pada majalah Penabur dan masuk Sekolah Menengah Atas Seminari (Sekolah  khusus untuk menjadi  pastor).

Tapi pada usia 24 tahun kebimbangan  sempat melanda dirinya. Apakah terus jadi guru dan meniti jalan menjadi  pastor atau beralih menjadi wartawan. Masalahnya pria yang senang menulis itu sudah bertemu seseorang yang memiliki kesenangan yang sama, menulis.

Orang itu bernama Petrus Kanasius Oyong (PK Oyong). Mereka berkenalan pada tahun 1960 ketika sama-sama aktif menyiapkan berdirinya Ikatan Sarjana Katholik. Persahabatan ini menjajdi kental, antara lain dilandasi kesamaan kesenangan itu. Sama-sama gemar menulis. Diketahui bahwa pergaulan Oyong lebih luas. Ia punya relasi yang banyak yaitu beberapa tokoh seperti So Hok Gie, Prof. Wijoyonitisastro, Arif Budiman dan beberapa tokoh lainnya.

Persahabatan Yacob Oyong  yang dilandasi kesamaan hoby itu meluluhkan hati JeO (Yacob Oetama) untuk membatalkan niat terus jadi guru dan menjadi pastor. Keduanya sama-sama memilih jadi wartawan. Pada kesempatan lain nantinya Yacob malah mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi Jurnalistik. Secara bersamaan, Yacob  juga kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. Pada tahun 1963 kedua sahabat itu mendirikan majalah Intisari. Isinya tentang pengetahuan dan teknologi. Versi majalah  ini terinspirasi oleh majalah Reader 's Degist dari Amerika.

Tahun 1965 setelah Yacob pasti memilih menjadi wartawan, mereka menerbitkan surat kabar  Kompas.

Tidak pernah dinyana bahwa koran yang diterbitkan dengan modal kecil bahkan sempat dijajakan sendiri itu,  akan menjadi koran besar dan dan ternama. Siapa orang di Indonesia ini yang tiak kenal nama koran Kompas ? Pembacanya kebanyakan orang orang intelek.

Mereka para pengusaha, pejabat pemerintah dan masyarakat menengah ke atas. Tirasnya pada tahun 1970 sempat menyentuh angka 500 ribu exemplar dan bersaing ketat dengan Sinar Harapan dan Pos Kota yang  sama-sama menjadi 3 besar koran di Indonesia waktu itu.

Sepeninggal Oyong , Yacob terus mengembangkan Kompas sehingga menjadi besar dan maju. Kini Kompas yang bergabung dengan Gramedia telah menjadi perusahaan media massa terbesar dengan sejumlah penerbitan media cetak, dan pertelevisian. Bahkan juga ke usaha non media, perhotelan, toko buku dan lain-lain. Sebagai  pengusahan Yacob dikenal humble dan bertangan dingin. Sebagai wartawan ia dikenal sebagai wartawan yang santun. Ia sering kali meluncurkan pemikirannya tentang "jurnalistik makna" .

Baginya jurnalistik itu bukan hanya sekedar berita tentang fakta dan peristiwa. Berita itu menurutnya harus punya makna. Tentang jurnalistik makna yang digagasnya itu pernah disampaikan Yacob pada saat dikukuhkan sebagai  Doktor HC di Universitas Gajah Mada  17 April 2003. Menurutnya, wartawan tidak cukup hanya memberitakan sebuah fakta dan peristiwa. Ia harus masuk lebih dalam  menggali apa makna dibalik peristiwa itu. Ia harus mampu menarik refleksi atas peristiwa yang ditulisnya. Dengan begitu pembaca mendapat enligtment atau pencerahan. Tugas media adalah mencari dan menghadirkan makna dari peristiwa dan masalah baik besar maupun kecil.

Pencarian makna itu tambah dia berpedoman kepada "politic of values" yaitu baik dan tidak baik, penting dan tidak penting untuk kepentingan orang banyak.  Bukan "politic of power", politik kekuasaan atas dasar kepentingan kelompok atau segelintir orang. Oleh karena itu jurnalis dituntut tidak hanya membuat informasi tentang fakta dan peristiwa tetapi informasi yang komprehensif atau laporan yang memaparkan seluruh aneka macam latar belakangnya, interaksi serta prosesnya.

Laporan yang mendalam yang investigatif dan komprehensif. Dengan begitu berita menyajikan, bukan hanya sekedar fakta dan peristiwa. Bukan urutan secara linier. Melainkan informasi yang mencakup sehingga mengandung makna dan interprestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun