Pemerintah berencana akan menaikkan harga Pertalite. Hal ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, pada Minggu (21/8/2022).
"Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga (BBM bersubsidi) ini," kata Luhut dikutip dari kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Â (Artikel Kompas.com dengan judul " BPH Migas: Menaikkan Harga Pertalite Pilihan Sulit, dan Harus Dipertimbangkan dengan Tepat". Tayang 22 Agustus 2022).
Membaca dan mendengar berita seperti ini di berbagai media, di benak kita yang terbayang adalah "imbas" dari kenaikan BBM ini. Sejak dahulu ketika harga BBM naik rakyat mau tidak mau, suka tidak suka tetap mengikuti keputusan pemerintah. Namun dalam kepatuhan itu, mind maps masyarakat sudah bercabang kemana-mana.
Benak kita akan langsung membayangkan jika BBM naik maka biaya transportasi juga akan naik. Biaya transportasi naik maka ongkos angkut komoditi juga akan naik, ujung-ujungnya harga-harga juga akan ikut naik.
Jika harga-harga juga naik maka beban masyarakat Indonesia yang katanya perekonomiannya "baru bangkit" sudah terseok lagi diterpa mahalnya harga barang-barang kebutuhan akibat naiknya BBM. Itu yang menjadi kekhawatiran masyarakat secara umum meski ada juga kalangan tertentu yang tidak mempersoalkannya, mereka tenang-tenang saja.
Dengan datangnya isu kenaikan harga BBM ini, rakyat hanya bisa menunggu sambil deg-degan dan bertanya-taya jadi naik atau tidak. Sementara pendapatan mereka juga tidak bertambah, yang ada tambah lagi beban masyarakat yaitu bagaimana caranya meningkatkan pendapatan untuk mengimbangi kenaikan harga yang terjadi .
Pada akhirnya masyarakat hanya mampu bergumam, mengomel, berdoa dan berharap walaupun  tipis dan kecil kemungkinannya. satu kalimat saja, semoga pemerintah tidak jadi menaikan harga BBM.