Saat diskusi dalam kegiatan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kepulauan Riau di SMA 1 Tanjungpinang awal bulan Februari 2023 lalu, seorang pelajar perempuan memberikan pertanyaan yang menarik. Inti pertanyaannya adalah dia mempertanyakan dimana letak sesungguhnya Istana Kota Piring, tempatnya Yang Dipertuan Muda (YDM) Riau IV, Raja Haji Fisabilillah bertahta ?
Setahu kami Istana Kota Piring ada di Batu 7 (Kilometer 7). Tapi di Dompak, juga ada plang Selamat Datang di Istana Kota Piring. Jadi sebetulnya dimana yang betul ? tanya dia.
Saya yakin banyak orang yang juga menanyakan hal yang sama. Pasalnya, begitu kita melewati Jembatan I Dompak (Jembatan HM Sani) di perbukitan Dompak, di bawah kaki Masjid Nur Ilahi, Dompak ada plang besar Selamat Datang di Istana Kota Piring.
Pemberian nama Istana Kota Piring untuk pusat pemerintahan Kepri di Dompak dilakukan saat hari ulang tahun (HUT) Kepri ke-12 tahun 2014 lalu. Saat itu pemberian nama sudah menjadi perdebatan. Usulan nama Istana Kota Piring datang dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri yang mengakomodir usulan Gubernur Kepri saat itu, HM Sani. Banyak pendapat berbeda dan kritikan, namun Pemprov Kepri tetap kokoh dengan nama ini.
Alasan yang diberikan adalah memberikan  nama Istana Kota Piring untuk nama kawasan pusat pemerintahan Provinsi Kepri di Dompak dengan maksud melestarikan dan mengenalkan nama Istana Kota Piring. Biar diingat orang dan dikenang kebesarannya. Ada juga usulan untuk mengubah nama pusat pemerintahan tersebut. Usulan yang sempat terdengar adalah Bandar Seri Dompak. Nama yang bagus sekaligus mengenalkan Dompak sebagai pulau yang jadi lokasi pusat pemerintahan Provinsi Kepri.
Di tingkat nasional, pemberiaan nama Ibu Kota Negara (IKN) yang diberi nama Nusantara oleh Presiden Jokowi juga mengundang perdebatan. Banyak kritikan dari sana sini. Pemerintah bergeming, nama Nusantara dianggap sangat pas dan keren. Padahal kalau mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, Nusantara diartikan sebutan (nama) bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Nama yang begitu besar kemudian dikerucutkan dan diberi penamaan untuk IKN. Tak tahu alasan Presiden Jokowi memberikan nama yang sebetulnya sangat populer itu. Nama Penajam Paser Utara atau nama Kutai Kertanegara lebih pas sebetulnya kalau argumennya untuk menghormati lokalitas. Â
Tapi itulah karakter pemimpin kita. Terasa enggan berdialog, berdiskusi dan menerima pandangan orang lain. Alangkah tepat setiap penamaan tempat yang bernilai penting itu digelar sayembara atau lomba. Bisa juga digelar seminar agar keputusan yang diambil nantinya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau tidak nantinya penamaan bisa jadi kehendak atau hak veto pemilik kekuasaan. Dampaknya, menjadi kerancuan sejarah dan berefek pada pemahaman sejarah generasi masa depan. ** Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H