Mohon tunggu...
Dedi Ems
Dedi Ems Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Various organizations during school and college. highest position General Secretary of the Student Senate of the Faculty of Economics, Andalas University. working experience at BRI starting from staff until reaching twice as Head of BRI Branch (Padangpanjang and Sampang). And various Section Heads at Regional Offices and Inspection Offices in several BRI Regional Offices / Kanins.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peran Manajemen dalam Meningkatkan Kualitas Jamaah Jumatan

10 Maret 2020   20:34 Diperbarui: 10 Maret 2020   21:08 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sidang pembaca yang budiman. Jangan kaget membaca judul artikel saya kali ini. Sepertinya heboh sekali, luar biasa, cool, masalahnya sangat krusial dan sebagainya. Pada hal tidak. Hanya sekedar cerita pengalaman pribadi saja yang sifat sangat personal/individual. Tapi mana tau ada yang punya pengalaman yang sama atau mirip atau seide dengan cerita di artikel ini.

Setelah pensiun dari salah satu Bank BUMN sejak lebih 3 tahun yang lalu, saya sering melakukan sholat (Jum'at) berjama'ah di mesjid dekat rumah. Namanya Mesjid Al-Kautsar, terletak di jalan Bratang Gede 3 H nomor 27-29 Surabaya. Jaraknya dari rumah saya +/- 300 meter. Luasnya plus-minus 10 × 20 meter, membujur dari selatan ke utara.


Waktu asih aktif bekerja, saya sering sholat sendirian atau berjama'ah (termasuk Jum'atan) di mushola/mesjid kantor, atau dekat kantor. Dan biasanya saya baru mengarahkan kaki melangkah menuju mesjid/musholla di masa injury time menjelang azan berkumandang. 

Tidak jarang juga saat azan sudah terdenger, bahkan sesudahnya. Astaghfirullahaladziim....

Pertama mulai aktif sholat berjama'ah (Jum'atan) di mesjid tersebut, perilaku dan fenomena jama'ah ini tidak menjadi perhatian saya. Pokoknya saya berusaha datang ke mesjid lebih awal, kemudian sholat Tahyathul Mesjid, berdo'a, ngaji, zikir, dengerin ceramah (kadang-kadang), sholat berjama'ah, dan pulang. Begitu terus dari hari ke hari tanpa noleh kiri dan kanan...

Setelah berjalan sekian lama, saya baru mulai menyadari ternyata bahwa ada  3 (tiga) kelompok perilaku jama'ah yang akhirnya menjadi perhatian saya. Dan apakah ini juga menjadi fenomena jama'ah (Jum'atan) mesjid di tempat sidang pembaca...? 

Pengamatan ini saya lakukan dalam beberapa bulan terakhir ini, terutama pada saat sholat Jum'at berjama'ah. Itu pun sambil  iseng aja. 

Dan berharap dengan saya menulis perilaku/fenomena ini, setidaknya menjadi pengingat bagi saya pribadi sebagai ummat Muslim. Dan semoga juga bisa jadi pengingat bagi  sidang pembaca lainnya yang seiman. Kemudian menimbulkan tanya, saya atau kita termasuk tipe jama'ah yang manakah dalam sisa umur yang masih diberi oleh Allah SWT, Tuhan YME.

Tipe pertama, adalah jamaah yang selalu datang sebelum azan berkumandang. Jama'ah tipe pertama ini dapat kita kelompokan lagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

Kelompok tipe pertama A, datang ke mesjid jauh sebelum waktu sholat (Jum'at) masuk. Katakanlah 30 menit hingga 1 jam menjelang masuknya waktu sholat,  sehingga jama'ah ini bisa banyak mengerjakan berbagai amalan/ibadah sunnah sebelum melaksanakan sholat wajibnya. Mulai dari sholat sunnah Tahyathul Mesjid, zikir, ngaji, berdoa dan lain-lain.

Jumlah jama'ah tipe ini biasanya sangat sedikit, paling banyak hanya dalam hitungan jari kedua tangan kita (sekitar 10-an orang). Orangnya cenderung orang yang sama. Orangnya ya itu itu saja, dan sering mengambil posisi sholat/duduk di tempat yang relatif sama. Sehingga jama'ah lain sudah paham bahwa kalau Bapak A selalu datang duluan dan mengambil posisi bersandar di tiang mesjid/musholla paling utara. 

Atau Bapak B selalu di pojok shaft paling depan. Atau Bapak C yang selalu duduk di dekat AC atau di bawah kipas angin, dan sebagainya. Dan kalau ybs tidak datang atau berhalangan atau sholat di mesjid/musholla lain, sering menimbulkan tanda tanya bagi jama'ah lain. Bapak A kemana ya...! Bapak B sholat dimana ya...! Bapak C sakitkah....? Dan berbagai pertanyaan lainnya.

Biasanya jama'ah tipe ini datang dengan tampilan pakaian muslim sejati. Sarungan atau celana panjang, baju koko, berkopiah atau pakai songkok di kepala, bawa sajadah sendiri, baunya wangi, kukunya dipotong, wajahnya bersih. Pokoknya jika dilihat menyejukan hati   

Hampir mirip dengan jama'ah tipe pertama A, jama'ah tipe pertama B ini datangnya sekitar 15 menit sebelum azan berkumandang. Mungkin ybs hanya sempat melaksanakan amalan/ibadah sunat sholat Tahyathul Mesjid, zikir dan berdoa saja. Setelah itu mereka langsung mengikuti prosesi sholat (Jum'at) berjama'ah.

Orang-orang tipe pertama ini sangat perhatian terhadap kesempurnaan sholat dalam segala hal. Orang-orang ini sangat care terhadap jadwal waktu sholat, sehingga selalu memonitor waktu sholat yang selalu berubah dari hari ke hari dalam hitungan menit, dan tidak pernah telat datang ke mesjid, selalu di shaft satu. 

Menurut ceramah ustad yang sering saya dengar, orang-orang ini setiap sholat berjama'ah akan mendapat ganjaran onta atau pahala yang banyak. Bahasa jaman now-nya, dapat "bonus pahala" paling banyak dari Allah SWT karena selalu datang  paling awal dan sholat di shaft paling depan (shaft satu).

Tipe kedua, jamaah yang datang ke mesjid by feeling berdasarkan pengalaman empirisnya masing-masing. "Eh, kayaknya ini sudah mau azan sholat karena cucunya atau anaknya sudah pulang dari sekolah.... Atau istrinya sudah pulang dari ngajar dari sekolah SDN dekat rumahnya...". 

Lalu orang ini langsung bersiap-siap untuk ke mesjid, dan sampai di mesjid kadang sebelum azan, kadang saat azan, kadang setelah azan, tidak menentu. Dia hanya tau bahwa cucunya/anaknya sudah pulang sekolah, atau istrinya sudah pulang dari mengajar, dan tidak paham bahwa waktu sholat selalu berubah.

Tipe ketiga, orang-orang datang dan bersiap-siap ke mesjid setelah mendengar suara azan. Mereka ini tidak peduli mulai masuknya waktu sholat jam berapa. Pokoknya kalau belum mendengar suara azan, mereka akan tetap fokus pada "kesibukan" masing-masing. 

Pekerjaan, dalam perjalanan, ngobrol dengan tamu, santai dirumah mendengarkan musik, tidur dan tidur-tiduran, dll. Orang-orang ini patokan waktu sholatnya adalah hanya saat mendengar suara azan. Dan jamaah seperti ini jumlahnya paling banyak.

Untuk membuktikan kasus ini perhatikan dengan seksama pada setiap saat sholat wajib 5 waktu. Sebelum azan jumlah jamaah yang sudah stand by di mesjid paling sekitaran 10-an orang (jama'ah tipe pertama). Saat qomat, jumlah jama'ah bertambah dengan jumlah yang signifikan. Shaft satu menjadi hampir penuh atau bahkan penuh. Dan setelah selesai sholat berjama'ah kita baru sadar jumlah jama'ah semakin banyak. Ternyata sudah menjadi 3 shaft dari sebelumnya hanya 10-an orang. Bertambahnya banyak sekali. Bisa jadi meningkat lebih 1.000 %. Alhamdulillah, ternyata jumlah jama'ah mesjid kita banyak juga...

Saya dan kita yakin semua ummat Muslim tentu In syaa Allah sudah memasang niat dalam hati dan bercita-cita untuk menjadi jama'ah tipe pertama. Namun godaannya untuk menuju ke sana banyak sekali. Hambatan atau alasan/argumen terlalu mudah untuk dicarikan guna menjadi pembenar kenapa kita telat sampai di mesjid/musholla.

Faktor lingkungan menjadi salah satu elemen yang bisa membantu untuk merubah sikap perilaku dan fenomena jama'ah agar menjadi jama'ah tipe pertama. Jika lingkungan mendukung untuk menjadi jama'ah tipe pertama, segalanya ke depan akan lebih mudah sepanjang kita memang sudah memasang niat dan bercita-cita dalam hati untuk menjadi jama'ah tipe pertama.

Faktor lingkungan ini lingkupnya luas sekali. Di sinilah salah satunya peran lebih dari pengurus (manajemen) mesjid/musholla. Selain menjalankan roda organisasi mesjid/musholla, sekaligus memotivasi jama'ah agar bisa selalu datang ke mesjid/musholla sebelum azan berkumandang.

Memotivasi di sini jangan diartikan bagai seorang motivator ulung memberikan kelas motivasi kepada audience-nya di instansi pemerintah/swasta agar pekerjanya menjadi bertambah bersemangat untuk berproduksi sehingga akhirnya produktivitas pekerja/karyawan menjadi naik berlipat-lipat.

Pengurus, yang penulis sebut sebagai manajemen pada judul di atas, bisa berperan aktif memotivasi  jama'ah lebih baik, lebih disiplin, lebih produktif, sehingga jama'ah bisa "memproduksi pahala" menjadi lebih banyak. Dan berbagai usaha perlu dan harus terus menerus tanpa mengenal lelah diupayakan tanpa henti.

 Targetnya semua jamaah harus menjadi tergolong kelompok jamaah tipe pertama. Penulis yakin bahwa "bonus pahala" berlipat ganda sudah disiapkan Allah SWT untuk pengurus yang selalu berupaya untuk mewujudkannya. Saya juga percaya ada pengurus yang memang sangat peduli akan hal ini.

Sumber : Dokumen pribadi.
Sumber : Dokumen pribadi.
Salah satu upaya kecil yang bisa dilakukan pengurus (baca : manajemen) dan berdampak besar untuk mencapai target di atas adalah dengan memperbaiki cara kerja atau manajerial pelaksanaan sholat, khususnya Jumatan. Antara lain misalnya :

Prosesi sholat Jumat harus sudah dimulai 10 menit sebelum waktu masuk, didahului dengan menyampaikan pengumuman dan himbauan. Tidak peduli apakah Khotib sudah datang atau belum. Sudah banyak atau masih sedikit jamaah yang hadir. 

Suara pengumuman ini harus dipancarkan secara eksternal (tidak terbatas untuk jamaah yang sudah berada dalam internal mesjid saja), agar terdengar oleh warga sekitar yang akan ber-Jum'atan, sehingga mereka akan langsung untuk bersiap diri ke mesjid. Setidaknya cara ini akan mempercepat langkah jamaa'ah yang berada dalam radius 10 menit menuju mesjid/musholla.

Selama ini pengumuman dan himbauan sebelum Khatib naik mimbar hanya berkisar :

  1. Khotib hari Jumat ini, dan Alhamdulillah sudah berada ditengah-tengah kita. Atau masih dalam perjalanan dengan harapan sudah datang saat sebelum selesai pengumuman/himbauan.
  2. Mengisi shaft pertama terlebih dahulu
  3. Mematikan atau men-silent-kan HP.
  4. Jumlah pemasukan/pengeluaran  (cash in/out) kotak kas mesjid hingga Jumat yang lalu.
  5. Mengawasi anak-anak yang suka mengganggu kekhusyukan sholat.
  6. Penceramah pengajian rutin untuk Jumat sehabis Magrib ini dan Shubuh besok.

Akan lebih baik kiranya juga dilengkapai dengan informasi lainnya yaitu  :

  1. Waktu sholat (Jum'at) hari ini, misalnya 11.45 WIB, dan juga jadwal jam Jum'atan minggu depan (menjadi lebih maju atau mundur). Ini menjadi penting karena masuknya waktu sholat hampir selalu berubah setiap hari. Sehingga jama'ah yang mendengar untuk Jum'atan minggu depan jadi ngerti waktu sholat Jum'at itu jam berapa (semakin maju atau semakin mundur). Dan diharapkan mereka akan bersiap-siap lebih awal untuk datang ke mesjid, dan tidak menunggu suara azan lagi.
  2. Diinformasikan juga siapa Khotib Jum'at minggu depan. Memang pengurus telah memasang jadwalnya di board pengumuman, tapi apakah semua jama'ah peduli dengan pengumuman tersebut. Jama'ah datang langsung masuk ruangan mesjid. Mana tau ada jamaah yang sangat menunggu kehadiran Khotib favoritnya. Dan siapa Khotib Jum'atan, juga menjadi daya tarik tersendiri bagi jama'ah tertentu untuk datang lebih awal Jum'atan ke mesjid. Ngetes-nya gini, misalnya pengurus  mendatangkan penceramah kondangan seperti Aa Gym atau UAS untuk ceramah Jum'at dua bulan yang akan datang, dan kemudian diumumkan di setiap Jum'atan. In syaa Allah jama'ah pasti akan berduyun-duyun datang pada jadwal/tanggal tersebut.

Penulis jadi teringat saat menjelang waktu sholat berjama'ah (Jum'atan) ketika kecil lebih sekitar 50 tahun yang lalu di salah satu kampung kecil nun jauh di sana di Propinsi Sumatera Barat. Manajemen mesjid di sana sebelum masuknya waktu sholat Jum'atan mengambil langkah antara lain, mengumandangkan azan waktu sholat Jum'at dua kali. Pertama sekitar 30 menit sebelum waktu sholat Jum'at tiba, kedua pas jam waktunya sholat. Ada juga mesjid di "nagari" (desa) tetangga yang membunyikan "tabuah" (bedug) 30 menit sebelum waktu jam sholat.

Tujuannya agar orang-orang di kampung untuk segera menghentikan segala kegiatannya, dan segera bersiap-siap ke mesjid untuk melakukan sholat Jum'at. Pak Tani segera mengangkat cangkulnya dari tanah sawahnya atau ladangnnya atau "polak-nya", lalu menuju kali/sungai atau air pancuran untuk mandi, bersih-bersih, berwudhuk. Kemudian mengganti "baju dinasnya" yang sudah kotor kena tanah, "cipratan" lumpur dengan pakaian serta sarung yang lebih bersih, kopiah atau songkok yang sudah memudar. Mungkin Pak Tani datang ke mesjid tidak menggunakan minyak wangi impor, tapi bau wangi sisa air pancuran jernih yang datang dari gunung di tubuh Pak Tani terasa sangat segerrr.

Meski sekarang di jaman milenial sudah ada aplikasi di smart phone yang bisa difungsikan sebagai pengingat (alaram) agar tidak telat sampai di mesjid, akan tetapi bagi penulis jauh lebih indah kenangan lebih 50 tahun yang lalu itu.

Aaahhh, saya jadi pengen pulang kampung untuk Jum'atan. Tapi sekarang "kampuang sudah semakin jauah di mato, meski tetap dakek di hati...". Sehingga untuk "bernostalgia" Jum'atan lagi di kampung perlu ijin dulu dari "Menteri Keuangan"....! Karena kalau tidak ada ijin tersebut, kenangan ini akan tetap jadi kenangan indah...

Terima kasih,

Surabaya, Maret 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun