Medio Desember 2018, seorang "kawan lamo" ketika sama-sama masuk menjadi staf di salah satu bank pelat merah lebih dari 30 tahun yang lalu, menyampaikan undangan lewat chat WA. Beliau akan menikahkan putri cantiknya pada tanggal 19 Januari 2019. Namanya undangan (manten), apa lagi dari seorang kawan lama, tentunya menjadi suatu keharusan untuk menghadirinya. Kecuali kalau memang ada aral melintang yang membuat kita betul-betul tidak bisa untuk hadir. Tapi sepanjang semua baik-baik saja, tentu hadir menjadi lebih baik. Apa lagi menurut agama yang saya pahami, menghadiri undangan itu menjadi suatu kewajiban. "In syaa Allah saya akan hadir Bro...", begitu respon saya ketika menjawab chat teman tersebut.
Terakhir, beberapa minggu sebelum chat undangan teman diterima, saya sempat main ke Jogjakarta dengan menggunakan mobil sendiri dari Surabaya. Saya memang berdomosili di Surabaya. Waktu itu jalan tol Jakarta - Surabaya belum nyambung seperti sekarang ini, termasuk ada ruas antara Solo/Kartasura - Surabaya yang belum bisa dilalui, yaitu Sragen - Ngawi - Kertosono - Bandar.
Saat chat undangan tersebut diterima, bersamaan dengan itu pula lagi heboh di media bahwa ruas tol Jakarta - Surabaya akan diresmikan menjelang Hari Natal 2018 dan Tahun Baru 2019. Menjadi tambah heboh karena ada perbedaan waktu yang sangat signifikan yang diperlukan untuk menempuh jarak antar kota terbesar dan kedua terbesar di Indonesia tersebut. Yaitu menjadi hanya sekitar 10 jam saja dari sebelumnya sekitar 18 jam dengan menggunakan mobil pribadi.Â
Langsung terbayang saat saya akan menghadiri undangan tersebut, berarti saya In syaa Allah bisa menjajal tol baru dimaksud hingga Kartasura/Solo pergi pulang. Karena hasrat itu begitu tinggi untuk ingin segera menjajal jalan tol tersebut, akibatnya menunggu datangnya tanggal 19 Januari 2019 terasa lama sekali.Â
Untungnya menjelang berakhirnya tahun 2018, ada ponakan juga menikah di Balikpapan yang juga harus dihadiri. Jadi lumayanlah ada momen untuk bisa killing time selama menunggu waktu ke Jogjakarta sehingga perasaan lama menunggu jadi sedikit berkurang.
Alhamdulillah, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Karena kebetulan pada hari Jumat tanggal 18 Januari 2019 malam juga harus menghadiri undangan acara manten tetangga di Surabaya, dan persiapan ini-itu untuk keberangkatan ke Jogjakarta, jadinya baru bisa meninggalkan rumah sekitar jam 00.32 WIB.Â
Setelah tangki mobil diisi penuh dengan Pertalite di SPBU Ngagel, sampai di pintul tol Warugunung (Sidoarjo) jam 01.05 WIB dan km di mobil menunjukan angka 32.771. Dengan menggunakan mobil Honda BRV Prestige 2017, di dalamnya ada 6 personil termasuk saya sebagai driver. Bukan bermaksud apa-apa, saya memang senang nyetir meski pengetahuan akan mesin dan mekanikal/elektrikal mobil nol besar. Tapi saya yakin saja akan kondisi mobil, dan yakin pula bahwa ada Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu menyertai perjalanan saya. Lima penumpang lainnya cewek semua.
Awalnya karena suasana hati sedang happy bisa menjajal tol baru, semuanya terasa nyaman. Penumpang semua sudah tertidur lelap tidak lama setelah nge-tap Kartu BRIZZI di pintu tol. Di keheningan malam selama diperjalanan, saya ditemani suara lembut dan merdu penyanyi cantik Nisya Sabyan, yang mangalunkan lagu-lagu bernuansa religi yang keluar jernih dari sound system mobil. Kenyamanan perjalanan semakin terasa. Alhamdulillah nikmat sekali.
Namun setelah perjalan sekitar satu jam, kira-kira setelah melewati exit/entry tol di Bandar (Jombang), saya baru sadar bahwa ternyata jalan tolnya tidak mulus-mulus amat. Terasa gronjal-gronjal pada ban mobil. Suaranya terdengar blup-blup-blup, saat melewati bagian jalan yang tidak rata tersebut, terutama tol yang jalannya dari semen. Sedangkan yang di sebagian kecil tol yang di aspal, jalannya agak terasa mulus.
Pertemuan antara ujung jembatan dengan badan jalan, gundukannya juga terasa. Rasanya mobil seakan mau loncat atau terbang ketika memasuki awal jembatan. Dan saat akan meninggalkan jembatan, tekanan mobil seakan terjun menurun terasa kuat sekali.
Ketika melewati jembatan yang panjang, sambungan antar ruas-ruas bagian jembatan terasa juga gronjal-nya. Suaranya terdengar jelas pada ban yang berputar kencang. Apa karena faktor mobilnya saya ya...! Bisa jadi...! Coba tolnya dijajal dengan mobil high class seperti sedan Mercedes Benz atau BMW misalnya, mungkin keluhan ini tidak akan terasa.
Setelah itu hujan mulai turun meski tidak deras sekali, mengharuskan kita harus untuk lebih hati-hati dan waspada dengan kondisi jalan dan perjalanan kita. Karena terangnya cahaya lampu utama (head lamp) menjadi berkurang, sehingga jarak pandang semakin pendek. Tiba-tiba saja di depan sudah ada saja truk yang berjalan pelan.Â
Lampu belakangnya yang berwarna merah cahayanya menjadi terlihat samar-samar karena hujan dan menempelnya debu jalanan serta embun air di lampu tersebut. Apa lagi truk tersebut juga ditutupi dengan terpal berwarna gelap (cokelat) untuk melindungi barang bawaannya dari terpaan hujan dan teriknya sinar cahaya matahari. Ditambah lagi dengan asap hitam yang keluar dari knalpotnya, truk dimaksud semakin tidak terlihat oleh mata. Bahkan ada truk yang tidak menyala lampu belakangnya. Kondisi ini semakin diperparah lagi karena belum semua lampu penerangan jalan (PJU) di sepanjang ruas tol menyala. Penerangan baru ada di sekitar rest area, pintu tol, jalan exit/entry tol, dan simpang susun jalan layang tol.
Di sini kesiapan fisik mobil khususnya rem dan fungsinya menjadi sangat vital, termasuk dalam penggunaannya. Truk yang tiba-tiba saja sudah ada di depan kita dan dekat sekali, jika kita tidak bisa menguasi keadaan dengan baik, sangat mungkin kita kaget lalu secara reflek menginjak pedal rem sekuat-kuatnya. Akibatnya tentu bisa fatal dan berbahaya sekali. Bisa-bisa mobil kita akan selip dan terguling sendiri meskipun tidak menabrak truk tersebut. Kalau tidak sempat lagi ngerem, dan pasti kita akan menabrak truk tersebut dari belakang. Dan kecelakaan seperti ini yang salah adalah kita yang menabrak dari belakang. Karena ada jarak minimal yang harus kita patuhi jika kita beriringan dengan kenderaan di depan, kita langgar. Tentu hal seperti ini tidak kita harapkan sampai terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa kali kenapa tiba-tiba saja ada truk di depan kita, ternyata karena kecepatannya yang di bawah standar seperti yang diinformasikan melalui rambu-rambu yang ada di sepanjang jalan tol, yaitu 60 km/jam. Bahkan ada yang  kecepatannya di bawah itu, yaitu 20-30 km/jam, di sisi lain mobil kita kecepatannya optimal (100 km/jam).Â
Makanya menjadi wajar hanya dengan hitungan detik tiba-tiba saja sudah ada truk di depan kita dan dekat sekali. Pelannya jalan truk ini bisa jadi juga karena umur mobilnya sudah tua dan tidak layak jalan, atau karena beban barangnya terlalu berat yang melebihi tonase maksimal yang diperbolehkan dari hasil uji kir.
Data kecepatan truk ini diperoleh saat dua kali kesempatan mengikuti kecepatan dua buah truk dari belakang dengan rentang waktu masing-masingnya sekitar 2 menit
Dengan demikian apa kita bisa mengatakan bahwa sang driver sudah hati-hati dalam mengendarai truknya. Malah truk itu sebetulnya telah melanggar rambu-rambu lalu lintas di tol dan membahayakan mobil yang lain. Harusnya dia tidak boleh melewati jalan tol dan harus ditilang. Bukan bermaksud diskriminatif, kalau memang kecepatan truknya hanya bisa segitu, silahkan truk itu ke luar dari jalan tol, dan memilih jalan biasa atau non-tol.
Problem berkendara di jalan tol yang saya lalui ada yang sebaliknya, di mana ada kenderaan dengan kecepatannya melebihi ketentuan maksimal, yakni 80 km/jam atau 100 km/jam. Data ini dengan mudah bisa kita peroleh saat kita berkenderaan dengan kecepatan maksimal sesuai ketentuan, ada banyak sekali mobil-mobil pribadi dan bus yang mendahului mobil kita.Â
Kecepatannya pasti di atas ketentuan. Mungkin ada 120 km/jam atau bahkan lebih. Soalnya mereka saat mendahului terasa sekali terpaan angin membuat mobil kita sedikit goyah. Wush, wush, wush, dan tiba-tiba mobil tersebut sudah jauh meninggalkan kita. Dan tidak lama kemudian mobil itu sudah hilang dari pandangan mata, termasuk saat jalan siang. Sepertinya mereka sedang menguji kemampuan optimal dari kenderaan bagus dan mahalnya, serta tidak peduli sudah melanggar rambu-rambu lalu lintas. Bisa jadi juga dia tidak peduli atas keselamatan dirinya, apa lagi keselamatan orang lain.
Dan kalau anda ketemu dengan kenderaan yang kecepatannya seperti itu yang melebihi ketentuan kecepatan maksimal saat kita ingin mendahului sebuah mobil, sebaiknya dibatalkan saja. Meski kita sudah memberikan signal/tanda dengan kedap-kedip lampu sign kanan warna kuning untuk pindah ke jalur kanan, sekaligus minta izin/jalan kepada mobil yang di depan dan yang di belakang untuk menyalip, mobil yang dibelakang tersebut dengan "garangnya" memberikan signal balik dengan kedap/kedip bahkan sorotan lampu jauh yang menyilaukan mata. Sepertinya dia minta agar kita untuk jangan masuk ke jalur kanan dulu, untuk jangan menyalip dulu. Biarkan mereka lewat duluan, beri mereka ruang dan jalan duluan agar lebih leluasa untuk mendahului, setelah itu baru mobil kita boleh mendahului. Meski pun kita sama-sama bayar tol.
Dengan situasi begini lebih baik kita berpikir rasional saja dan mengalah, dan kembali ke jalur sebelumnya (kiri). Biarkan yang "punya" jalan tol lewat dulu. Karena kalau kita juga memaksa untuk tetap bertahan di jalur tersebut akibatnya bisa fatal. Karena memang mereka sedang tidak berpikir rasional, egonya tinggi sekali, dan kecepatan mereka pasti jauh di atas kecepatan mobil kita. Tiba-tiba saja mobil tersebut sudah ada dan tepat/dekat sekali di belakang mobil kita. Terlambat sedikit saja kita untuk kembali ke jalur kiri lagi, bisa-bisa mereka akan langsung menabrak/menyenggol mobil kita. Jika kita dalam kecepatan 100 km/jam sementara mobil yang mau menyalip pasti dalam kecepatan jauh lebih tinggi lagi, pasti jauh di atas 100 km/jam, sedikit senggolan saja bisa membuat mobil kita oleng dan kehilangan arah tidak terkendali.
Bisa kita bayangkan akibatnya jika mobil kita tertabrak/tersenggol dari belakang, sementara di kiri ada truk yang mau kita dahului, di kanan ada pembatas jalan dari beton yang sangat keras. Tidak satu pun pilihan yang ada (kiri atau kanan) yang bisa kita pilih. Dua-duanya tidak baik. Sebab akibatnya sama-sama fatal.Â
Ada pembatas sekali pun sangat mungkin mobil kita akan "pindah" atau "melompat" ke jalur sebelah yang berlawanan arah karena tingginya kecepatan mobil kita saat tertabrak/tersenggol. Apa lagi jika tidak ada pembatas jalan tentunya akan dengan mudahnya mobil nyelonong sampai di jalur berlawanan. Sementara di jalur berlawan juga sangat mungkin juga ada mobil sedang melaju dengan kecepatan tinggi.
Solusi untuk meningkatkan mutu jalan tol, tentu ada dan bisa. Pengelola dan kontraktor jalan tol pasti punya solusi hebat dari para pakarnya, dan itu pekerjaan gampang bagi mereka untuk mewujudkannya dengan segala rekayasa yang bisa lakukan. Jalan yang gronjal-gronjal karena lapisan atasnya terbuat dari semen, misalnya tinggal dilapisi saja lagi dengan aspal. Bisa ga ya..! Ah, biar pakarnya yang mikir...! Karena ada bagian jalan tol yang sudah diaspal terasa lebih mulus dan enak saat dilewati. Mungkin rekayasa ini perlu biaya yang besar dan waktu yang lama karena panjangnya ruas tol Trans Jawa ini.
Gundukan yang terasa saat masuk dan keluar jembatan, yang menjadi sambungan jembatan dengan badan jalan tol, kemiringannya tinggal dikurangi dengan menambah atau menaikan sedikit badan jalan hingga rata dengan jembatan. Begitu juga dengan sambungan antara ruas-ruas jembatan. Dan ini tidak perlu biaya besar dan bisa dilakukan sekarang dengan menggunakan pos biaya perawatan.
Untuk mengatasi kenderaan yang kecepatannya melebihi atau kurang dari yang sudah ditentukan, tinggal law enforcement saja dari petugas (Polisi) Highway Patrol. Dan bagi kenderaan yang memang tidak bisa memenuhi syarat minimal kecepatan di dalam tol, dengan tidak bermaksud ada diskriminasi, yah terpaksa harus keluar dari tol untuk menggunakan jalan non-tol. Kenderaan yang kecepatannya melebihi ketentuan, tinggal ditunggu saja di pintu keluar tol, atau tinggal minta tolong “Lewis Hamilton “ (pebalap FI) untuk mengejarnya.
Nah, ini malah tidak memerlukan biaya sama sekali. Kalau pun ada biayanya, paling hanya biaya untuk membeli BBM kenderaan Highway Patrol saat mengejar pelanggar rambu lalu lintas.
Prit, prit, priiit..! Disuruh minggir dengan sopan, kasi tahu kesalahannya dengan baik, lalu tilang. Selesai....
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H