Mohon tunggu...
Dedi Suparman
Dedi Suparman Mohon Tunggu... Editor - penulis lepas

hobi menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kenapa Hakim Dipanggil "Yang Mulia"?

3 November 2022   15:36 Diperbarui: 3 November 2022   15:40 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada beberapa orang tanya saya kenapa Hakim dipanggil "Yang Mulia" ? Padahal presiden dan wakil presiden penguasa negeri ini cuma dipanggil bapak atau ibu. Padahal para hakim itu diangkat oleh Presiden, meski lembaganya terpisah berdasarkan  azas Triaspolitica.

Mantan wakil presiden Budiono ketika bersaksi pada persidangan Budi Mulai dalam kasus Bank Century memanggil hakim "Yang Mulia".

Berbeda dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.  Memberi kesaksian dalam kasus yang sama, sebagai wakil presiden JK berani memanggil majelis hakim dengan sebutan "pak Hakim " saja.

Dari narasi yang saya baca, panggilan hakim itu sudah ada sejak jaman dahulu. Hakim itu diangap kelompok orang yang memiliki derajat istimewa. Mereka setara dengan raja atau sultan, kesatria dan juga tuan tanah.

Sesuai proses sejarah dan peradaban,  panggilan  itu berubah menjadi tuan atau nyonya.  Tapi panggilan hakim tetap "yang mulia".

 Presiden kita memang  sempat  mendapat julukan

Paduka Yang Mulia.

PYM Presiden, Panglima Tertinggi  ABRI, Pemimpin Besar Revolusi dan Penyambung Lidah Rakyat Indonesia Bung Karno.

Tapi panggilan yang berbau feodalisme itu dihapus dengan TAP MPR XXXI tahun 1966.

Sejak itu panggilan Presiden serta para pembesar negara diganti dengan Bapak/ibu atau Saudara/Saudari.

Sesungguhnya tidak ada keputusan hukum yang menentukan panggilan hakim "yang mulia".

Di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No.19 tahun 2009 hanya diatur kewajiban semua pengunjung sidang menghormati majlis hakim. Pasal 6 ayat 1 diantaranya berbunyi:  semua pengunjung sidang (jaksa, penasihat hukum, saksi, ahli dan pengunjung lain) harus berdiri ketika majelis hakim masuk dan meninggalkan ruang sidang, duduk tertib di tempat yang disediakan, tidak berbicara, tidak merokok dan tidak membawa senjata.

Tidak ada satu poin pun yang mengatur panggilan Yang Mulia. Begitu  menurut laman Law Quesinner.

Yang terjadi sekarang dimana hakim masih dipanggil "Yang Mulia " semata merupakan budaya dan peradaban saja.

Sebenarnya banyak Hakim terutama para mantan yang risih mendapat panggilan itu. Tahun 2020 sejumlah mantan Hakim Agung yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Purnabakti Hakim Agung (KKPHA) bersama Persatuan  Purnabakti Hakim Indonesia (Perpahi ) sudah berkirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung (Safrudin) untuk mempertimbangkan penghapusan panggilan "Yang Mulia".  Mantan Ketua Mahkamah Agung HarifinTumpak sebagai ketua KKPHA mengaku risih dengan panggilan itu. Pada kenyataannya ada atau banyak Hakim atau mantan hakim yang berperilaku tidak  sesuai dengan panggilan itu. Kata Harifin tak, hanya hakim yang masih berdinas yang dipanggil YM itu. Kami yang sudah Purnabakti juga masih  sering dipanggil Yang Mulia. Dan ini membuat kami risih tegas Tumpak.

Surat yang dikirim tanggal 25 Juni 2020 itu halnya himbauan dan tidak mengikat.  Keputusan berada pada ketua Mahkamah Agung tambah HarifinTumpak.

Tapi kenyataan sampai sekarang, sampai sidang marathon kasus pembunuhan brigadir Yosua, panggilan yang mulia itu masih terdengar kasat dan masif.

Transformasi budaya memang tak semudah membalik telapak tangan. Bukan sim salabim, abrakadabra.

Pesan moralnya, semoga panggilan itu menjadi pendorong bagi para hakim untuk tetap menjadi "Yang Mulia", dengan keputusan yang adil, bijak dan tidak memihak.- *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun