Saya dan istri pernah bersama-sama menempuh di pendidikan keguruan. Tepatnya Pendidikan Guru Sekolah Dasar atau yang dikenal dengan singkatan PGSD. Ya, PGSD UPI Kampus Tasikmalaya tempat kami mencari ilmu sekaligus tempat kami dipertemukan pula.
Setelah lulus dari kuliah, tentunya mengamalkan ilmu yang telah diterima di kampus adalah sebuah keniscayaan. Menjadi seorang guru sukarelawan atau sukwan menjadi pilihannya. Saat ini namanya dikenal dengan sebutan guru honorer.
Singkat cerita, kami pun menikah dan dikaruniai seorang anak pertama berjenis kelamin perempuan yang diberi nama Firyal Hasna Firdaus dengan nama panggilannya adalah Iyal. Anak yang lucu, imut, dan menggemaskan. Namun, dirinya seringkali dititipkan kepada neneknya saat kami berdua harus bekerja.Â
Meskipun neneknya sangat menyayangi dirinya. Jujur, masih saja ada rasa sedih dalam diri ini karena Iyal kecil harus kesana kemari. Berangkat pagi ke rumah neneknya dan pulang setelah hari sudah gelap.
Hingga tiba suatu saat, terpikirkan untuk meminta istri berhenti jadi guru. Berat memang, harus banyak yang dipertimbangkan. Salah satunya adalah perjuangannya untuk menempuh pendidikan keguruan. Tak mudah, memang tak mudah.
Sekitar tahun 2015, usia Iyal kecil yang masih berusia kurang lebih 3 tahun. Saya pun mencoba memberanikan diri membujuk istri saya untuk berhenti dulu menjadi guru. Fokus dulu membesarkan Iyal kecil. Kasihan dirinya. Apalagi harus dibawa pulang pergi dan dititipkan ke neneknya. Selain itu, kasihan pula neneknya sudah dulu disibukkan mengurus anak-anaknya sendiri sekarang malah diminta disibukkan untuk mengurus cucunya kembali.
Subhanalloh, atas ijin Alloh SWT, istriku menyetujui untuk berhenti menjadi guru dan fokus mengurus anak pada saat itu. Sambil dalam hati terus berdoa "Ya Rabb, berikanlah kemudahan bagi hamba untuk bisa menafkahi anak istri hamba dengan kuasa-Mu dan dengan ridha-Mu."
Saat istriku dibujuk berhenti menjadi guru apa yang dia rasakan? Pastinya, dia merasa sedih. Merasa kecewa. Bahkan, sempat terdengar ketika sedang berguyon "Ijazahnya sekarang sudah digadaikan".
Kini Iyal kecil sudah dewasa dan sudah beradik. Sekolahnya sudah kelas 6 SD. Sudah menjadi seorang gadis yang sudah terlihat dewasa.
Belum lama ini, istri pun pernah ditawari kembali untuk menjadi seorang guru SD. Di salah satu sekolah yang dekat dengan rumah. Namun, dirinya menolak tawaran tersebut. Dengan alasan bahwa dirinya sudah nyaman merawat dan membesarkan anak.
"Biarlah tak bisa menjadi guru di sekolah. Namun, menjadi guru bagi anak-anak di rumah."Â
Jujur, sangat bersyukur sekali mendapatkan istri sepertinya. Menjadi ibu rumah tangga dengan jiwa seorang guru. Anak-anak pun dirawat dan dibesarkan oleh seorang ibu berjiwa seorang guru.Â
Terima kasih istriku telah bersedia menjadi pendamping dan sekaligus guru bagi anak-anak kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H