APA ITU HEMOFILIA ?
 Hemofilia merupakan penyakit turunan yang ditandai adanya pendarahan berat. Penyakit ini muncul sebagai pendarahan pasca trauma minor atau pendarahan spontan. Hemofilia disebabkan karena kelainan pada faktor protein koagulasi. Faktor VIII (FVIII) menyebabkan hemofilia A, dan faktor IX (FIX) menyebabkan hemofilia B (Baiq & Devi. 2022).
 Angka insiden hemofilia A berkisar 1:5.000- 10.000 kelahiran bayi laki laki dan merupakan 85- 90% dari seluruh kasus hemofilia, sedangkan sisanya sekitar 10-15% adalah hemofilia B. Insiden hemofilia B diperkirakan 1:30.000 pada laki laki, Berdasarkan survey terbaru diperkirakan terdapat sekitar 400.000 kasus hemofilia di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, sampai dengan akhir 2018 pasien hemofilia tercatat sebanyak 2098 pasien berdasarkan data Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), yang diperkirakan hanya 10% dari total estimasi pasien, yaitu 20.000-25.000 kasus (Andi & Raehanul. 2023).
DIAGNOSIS
 Diagnosis hemofilia ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan. Gejala yang muncul meliputi mudah memar, kebiruan tanpa sebab jelas, pembengkakan dan nyeri sendi, serta riwayat perdarahan yang sulit berhenti, terutama pada bayi dan anak laki-laki. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan hematoma, hemartrosis, dan deformitas sendi. Pada kasus berat, pasien bisa menunjukkan gejala pucat, syok hemoragik, dan penurunan kesadaran.Â
 Diagnosis hemofilia dapat dipastikan melalui serangkaian pemeriksaan tambahan, termasuk pemeriksaan laboratorium (seperti hitung trombosit, bleeding time (BT), prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), clotting time (CT), serta asesmen faktor VIII dan IX), serta pemeriksaan radiologis seperti radiografi, ultrasonografi (USG), CT-scan, dan MRI, di samping pemeriksaan musculoskeletal (Andi & Raehanul. 2023).
 Hemofilia terjadi akibat mutasi pada gen X yang berperan dalam memproduksi faktor pembekuan darah. Kromosom X memiliki jenis gen yang tidak terdapat pada kromosom Y. Laki-laki memiliki satu kromosom X, sedangkan perempuan memiliki dua. Jika terjadi masalah pada kromosom X (pada laki-laki), terutama pada gen yang mengatur faktor VIII dan IX, maka hemofilia dapat muncul. Hemofilia A dan B adalah dua bentuk kelainan yang diturunkan secara resesif melalui kromosom X.Â
 Gen yang mengatur faktor VIII berada di dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio Xq28) dan memiliki ukuran yang besar, terdiri dari 26 ekson, sehingga risiko hemofilia A lebih tinggi. Protein faktor VIII disintesis di sel endotel dan hati, dan gangguan pada gen ini dapat berupa insersi, delesi, atau inversi, yang mengakibatkan rendahnya kadar faktor VIII dalam plasma. Faktor IX dikode oleh gen yang juga terletak di dekat gen faktor VIII, hampir di ujung kromosom X di Xq26. Sintesis faktor IX, seperti faktor lainnya, bergantung pada vitamin K.Â
 Pada perempuan, gangguan pada satu kromosom X tidak menyebabkan hemofilia, kecuali jika kedua kromosom X mengalami masalah. Perempuan yang memiliki gangguan pada salah satu kromosom X disebut sebagai "carrier" hemofilia dan dapat mewariskan kromosom X yang bermasalah kepada keturunannya (Andi & Raehanul. 2023).
 Penanganan hemofilia melibatkan pemberian faktor VIII dan IX, serta penggunaan antifibrinolitik dan fibrin glue. Untuk hemofilia A, DDAVP dapat diberikan, sementara pasien harus menghindari aspirin, NSAIDs, dan obat yang mengganggu agregasi platelet. Sebagai alternatif, acetaminofen atau inhibitor COX-2 seperti celecoxib dapat digunakan untuk mengatasi nyeri. FFP dan cryoprecipitate, yang mengandung faktor VIII, juga dapat digunakan, meskipun saat ini faktor VIII dapat diproduksi secara laboratorium menggunakan teknik DNA rekombinan.
 Pada kasus hemofilia sedang hingga ringan, DDAVP bisa digunakan meskipun mekanisme kerjanya belum sepenuhnya jelas. Desmopressin diduga berfungsi sebagai sekretagog untuk faktor von Willebrand, yang membantu mengikat faktor VIII. Namun, pemberian DDAVP secara berulang dapat menyebabkan tafikilaksis, mengurangi efektivitas dosis kedua hingga 30% dibandingkan dosis pertama.
 Transplantasi hati dapat menyembuhkan hemofilia A dan B, tetapi prosedur ini tidak umum dilakukan karena kesulitan teknisnya. Sebagai alternatif, terapi penggantian gen menjadi pendekatan yang ideal untuk profilaksis atau penyembuhan total, terutama untuk hemofilia B yang lebih mudah ditangani karena ukuran gen yang lebih kecil. Penelitian menunjukkan bahwa terapi gen dapat memberikan perbaikan signifikan dan faktor IX yang dihasilkan bertahan lebih lama dalam darah (Aulia, 2022).
 Protokol penanganan untuk kelainan pembekuan darah disesuaikan dengan kadar plasma faktor pembekuan VIII/IX. Dalam kasus hemartrosis, jika terapi hematologi tidak berhasil, joint aspiration perlu dipertimbangkan. Tindakan ini sebaiknya dilakukan 3-4 hari setelah onset hemartrosis untuk mengurangi inflamasi. Tujuan dari joint aspiration adalah mengurangi nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi, dengan kontraindikasi berupa infeksi. Ukuran jarum yang direkomendasikan adalah 25-30G untuk meminimalkan nyeri pasca-prosedur (Vincentius, 2013).
 Dukungan keluarga sangat penting bagi penderita hemofilia, terutama karena mereka memerlukan terapi seumur hidup. Dukungan sosial membantu rehabilitasi medis dan memberikan kenyamanan selama pengobatan. Penderita hemofilia perlu menyuntikkan konsentrat faktor pembekuan 2-3 kali seminggu untuk mencegah pendarahan. Dukungan keluarga dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental pasien melalui penguatan emosional, peningkatan kognitif, dan pembentukan perilaku positif, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri penderita (Miftafu, 2022).
DAFTAR PUSTAKA
Darman, AAA. &. Bahraen, R,. (2023). Hemofilia : suatu kelinan pada faktor pembekuan darah. Jurnal medika hutama, e-ISSN. 2715-9728. Di akses dari, https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Definisi+Hemofilia&oq=#d=gs_qabs&t=1730818396347&u=%23p%3Dxjg-X2D573wJ
Darussalam, M., (2022). Peran dukungan keluarga terhadap kualitas hidup penderita hemofilia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, e-ISSN 2621-2978. Di akses dari, https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Penanganan+dan+dukungan+pada+orang+pengidaf+Hemofilia&btnG=#d=gs_qabs&t=1730824378297&u=%23p%3DEYhbZYYafDwJ
Putri, BNA., &. Rahmadona, V., (2022).Hemofilia. Jurnal Kedokteran Unram, e-ISSN 2527-7154. Di akses dari, https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Tanda+dan+Gejala+Hemofilia&btnG=#d=gs_qabs&t=1730819316628&u=%23p%3Dh-6ytF7IsMEJ
Shafira, A., (2020). Penyakit genetika : hemofilia. Reseacgate, di akses dari, https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Mengenal+Hemofilia%3A+Penyebab+Genetik+&btnG=#d=gs_qabs&t=1730816051997&u=%23p%3D4fpFYzVOzegJ
Yoshua, V., (2013). Rehabilitasi medik pada hemofilia. Di akses dari, https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/biomedik/article/view/2587
Shutterstock. Di akses dari, https://images.app.goo.gl/TFprWpzs1avivQ2s7
GWS Medika. Di akses dari, https://images.app.goo.gl/Ynq9PhXp9q2P1yd59.
Hermina Hospitals. Di akses dari, https://images.app.goo.gl/EvFy5zKnfEhYkPQq8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H