Ekonomi AS sudah terkontraksi 2 kuartal berturut-turut. Sebelumnya resesi juga terjadi pada 2020, saat pandemi covid-19 merebak. Namun, Janet Yellen menolak kondisi saat ini sebagai resesi.
Menurutnya, kondisi resesi baru terjadi bila telah terjadi pelamahan pada ekonomi secara luas. Dia pun mengklaim bahwa pasar tenaga kerja AS masih kuat. Inilah yang menjadi alasan dirinya, bahkan ekonomi AS tidak seburuk yang dinyatakan oleh angka PDB yang dirilis Biro Statistik dan Tenaga Kerja AS.
Yang tak kalah mengejutkan, pernyataan kedua datang dari Jerome Powell yang mengaku tidak percaya ekonomi AS tengah dalam kondisi resesi.
"Saya tidak berpikir ekonomi sedang dalam resesi sekarang," kata Powell, dikutip dari Reuters, Kamis (28/7).
Menurut Powell pasar tenaga kerja AS masih sangat kuat. Sehingga tidak masuk akal baginya, jika ekonomi AS masuk dalam resesi. Mengutip CNBC Indonesia, data lapangan kerja AS pada Juni tetap dengan 372.000 pekerjaan baru.
Sedangkan tingkat pengangguran bertahan pada kisaran 3,6%. Powell melihat "soft landing" pada ekonomi AS. Menurutnya, AS beralih dari pertumbuhan yang cepat ke pertumbuhan yang stabil.
Apakah ini sebuah permainan politik bahasa? Apakah tujuan para elit untuk menenangkan pasar berhasil?
Ya, saya rasa itu semua saling berkaitan. Penolakan istilah resesi oleh elit AS, mengindikasikan adanya keinginan untuk meredam kekhawatiran pasar. Meskipun sudah menjadi pemahaman umum, bila ekonomi terkontraksi 2 kuartal berturut-turut, tanda resesi terkonfirmasi.Â
Politik bahasa yang dimainkan, seolah ingin menentang persepsi umum yang sudah ada sebelumnya. Penolakan ini juga mengindikasikan, bahwa para elit justru tidak mempercayai rilis data yang dipublikasikan dan segala metode yang digunakan untuk menghasilkan data akhir pertumbuhan itu. Apakah untuk kali ini saja? Atau justru untuk selama ini?
Jika itu yang terjadi, berarti ada standar ganda yang dilakukan elit AS dalam menafsirkan sebuah data. Dan tentu saja, itu semua untuk kepentingan politik ekonomi semata.
Yang jelas, begitulah kondisi ekonomi AS saat ini. Tingginya inflasi, masih membuat laju ekonomi menjadi berat. Hal ini mau tak mau turut mempengaruhi negara lain, termasuk Indonesia.