Mohon tunggu...
Dede Suhada
Dede Suhada Mohon Tunggu... Konsultan - Pelajar

12 MIPA 1 SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemacetan Karena Riba

29 Februari 2020   00:45 Diperbarui: 29 Februari 2020   00:47 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah mengalami macet ? pertanyaan retoris bagi kebanyakan orang pada saat ini , mungkin jika bertanya seperti itu akan dianggap sebuah lelucon. Bagi sebagian orang mungkin macet sudah menjadi keseharian yang tak terpisahkan dalam kegiatannya apalagi di kota-kota besar. Macet juga menjadi momok menakutkan bagi orang-orang yang mementingkan ketepatan waktu. Pelajar yang dihukum karena terlambat karena macet, pekerja yang dikeluarkan karena sering terlambat karena macet , gagal berangkat naik pesawat karena macet, dan Keterlambatan -- keterlambatan  lainnya juga kebanyakan alasannya karena macet. Sudah tak terhitung berapa banyak korban yang dirugikan akibat terjebak macet.

Macet juga merugikan perekonomian misalnya hanya  di Jakarta saja pada 2016 kerugiannya mencapai  150 triliun , 150 triliun hangus karena BBM yang terbakar percuma dan karena dampak kesehatan yang ditimbulkan. Kerugiannya setara 7 %  APBN yang seharusnya bisa untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Tentu pemerintah tak tinggal diam untuk mengatasi permasalaan kemacetan ,berbagai usaha telah dilakukan melebarkan ruas jalan, membangun jalan layang , membangun transportasi umum dan mensosialisasikannya , melakukan ganjil genap dan kebijakan-kebijakan lainnya tetapi tetap saja  kemacetan masih terus terjadi.

Penyebab utama masalah macet adalah pertumbuhan panjang ruas jalan jauh lebih kecil dibandingkan pertumbuhan jumlah kendaraan. Bayangkan pertumbuhan panjang ruas jalan hanya sebesar  1% sedangkan  pertambahan kendaraan mencapai 11%. Oleh karena itu semuanya salah pemerintah karena kurang membangun jalan , jika ada yang berpikir demikian mungkin orang tersebut masih SD atau kudet.

Letak masalahnya bukan pada jalan tapi pada jumlah kendaraannya,orang beramai-ramai mengkredit kendaraan baik motor hingga mobil .Tergiur karena diangap murah, hanya dengan DP 600 ribu  seseorang dapat membawa pulang satu buah motor matic dan sisanya dikredit, hanya membayar DP setara dengan setengahnya dari UMR. Tidak heran pertambahahan jumlah kendaraan meningkat pesat karena bisa dikatakan sangat mudah untuk mendapatkannya.

 Kredit sudah mejamur di Indonesia dan  sudah dianggap hal yang lumrah ketika seseorang ingin membeli barang namun uangnya pas-pasan. Kredit memang menggiurkan  namun tidak semua kredit diperbolehkan oleh agama Islam.

Sebagai  negara yang penduduknya mayoritas Islam memang miris melihat bunga-bunga ada di mana-mana, wanginya tak perlu di tanya lihat saja bank-bank konvensional selalu ramai.Kredit kendaraan memang diperbolehkan selama ada persetujuan antara penjual dan pembeli.Namun lain cerita ketika dealer atau showroom tidak memiliki uang lalu meminjam uang di bank konvensional dan ada ribanya. Lalu jika kita mengkredit di dealer tersebut dan membayarnya lewat bank sama saja kita membeli mobil dan membantu membayar bungannya artinya kita menolong dalam kebatilan karena riba adalah dosa besar di dalam Islam.

Kemacetan memang tidak hanya disebabkan karena menjamurnya kredit-kredit kendaraan bermotor melainkan disebabkan berbagi faktor yang saling mendukung. Namun secara logika pun masuk akal jika kredit memudahkan seseorang mendapatkan kendaraan dan  menambah laju pertambahan kendaraan bermotor.

Kemacetan  adalah masalah bersama kita yang harus ditanggung bersama juga , gunakanlah transportasi umum jika memungkinkan tak perlu gengsi jika dianggap tak memiliki kendaraan. Bagi dealer atau showroom bisa di syariahkan  dengan cara pihaknya mendatangkan motor atau mobil lalu menjualnya ke pihak bank lalu pihak bank mengembalikan mobil kepada showroom untuk menjadi wakil penjualan mobil .Setelah itu penjulnya mobil berurusan dengan bank Syar'i nya , jadi pihak showroom jual ke bank , bank jual ke pembeli sebenarnya hampir mirip  namun yang menghalalkannya adalah adanya transaksi bukan pinjaman dari bank.

Kemacetan adalah hasil dari gengsi kita yang tak ingin terlihat kurang dibandingkan orang lain yang memiliki kendaraan. Kemacetan adalah hasil kemalasan kita untuk menggunakan transportasi umum. Kemacetan adalah hasil keserakahan kita yang tidak puas memiliki satu kendaraan. Kemacetan juga mungkin hukuman bagi kita yang mengabaikan perintah-Nya untuk menjauhi riba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun