Mohon tunggu...
Dede Setiawan
Dede Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Katanya Gemini | Suka Beropini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kolonial Bukan Sekadar Bangunan, Lebih Jauh itu Soal Watak Bernegara

18 Agustus 2024   16:00 Diperbarui: 18 Agustus 2024   16:27 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri." - Ir. Sukarno, Proklamator dan Presiden RI ke-1

Peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia di tahun 2024 agak berbeda. Pasalnya, upacara peringatan HUT RI tingkat nasional dilaksanakan perdana di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Hal tersebut menuai pro dan kontra. Di kubu yang pro, menilai hal tersebut sebagai lompatan sejarah republik. Kubu kontra menyoroti beberapa hal, mulai dari anggaran jumbo yang dibebankan pada APBN untuk peringatan HUT RI di IKN, polemik 'jilbab paskibraka' yang dilontarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan tentu soal IKN itu sendiri yang sejak awal menuai banyak kritik karena terkesan grasa-grusu.

Baru-baru ini, Jokowi menyatakan jika selama ia tinggal di Istana Kepresidenan Jakarta dan Bogor kerap dibayang-bayangi oleh 'Bau Kolonial'. Sebab menurutnya, Istana di Jakarta dan Bogor adalah bangunan peninggalan Kolonial Hindia Belanda dan sudah sepatutnya bangsa Indonesia punya bangunan istana kepresidenan sendiri. Bukan bangunan bekas penjajah. Sejak 2022, Jokowi sudah berambisi memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke IKN yang berada di Kalimantan Timur. Tindakannya mengundang banyak kritik, sebab dinilai tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.

Bagi penulis, pernyataan Jokowi soal 'bangunan berbau kolonial' itu cukup menggelitik. Meskipun tidak terlalu jelas 'bau-bau kolonial' yang dimaksud oleh Jokowi. Namun, bisa kita tangkap secara simbolik; bahwa bangunan yang dijadikan Istana Kepresidenan sekarang adalah bekas penjajah. Kita merdeka sudah 79 tahun, masa masih merayakan hari kemerdekaan di bangunan bekal penjajah?! Kira-kira begitulah maksud gamblangnya.

Rentetan tindakan Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan selama satu dekade terakhir, oleh banyak pihak dinilai bobrok, terutama pada pembangunan iklim demokrasi dalam berbangsa dan bernegara. Ia adalah satu-satunya presiden dalam sejarah republik ini, dimana ia sedang aktif menjabat, membiarkan (red: mengusahakan) anak sulung nya sendiri untuk menjadi Wakil Presiden, anak bungsu nya sendiri untuk menjadi Ketua Umum Partai, dan menantu nya sendiri untuk menjadi Kepala Daerah.

Miskonsepsi soal Kolonial

Kolonial merupakan istilah yang erat dihubungkan dengan sosok penjajah. Berakar pada kata koloni yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kelompok orang yang bermukim di daerah baru yang merupakan daerah asing, sering jauh dari tanah air dan tetap mempertahankan ikatan dengan tanah air atau negara asal. Jadi, kolonial itu bisa diartikan sebagai sebuah watak, sifat, atau karakter dari seorang koloni.

Apakah bangunan bekas Hindia Belanda memiliki nuansa kolonial? Tergantung kita melihat dari perspektif mana. Jika dilihat dari segi fungsi, bangunan bekas Hindia Belanda yang dijadikan Istana Kepresidenan atau gedung pemerintahan, tak ada masalah. Jika dilihat dari segi estetika, semua gedung negara yang hari ini eksis pun secara ornamen dan arsitektur nya tak jauh berbeda dengan bangunan-bangunan peninggalan Hindia Belanda. Jadi, apa yang dimaksud Jokowi 'bau-bau kolonial' itu?

Yang justru berbau kolonial adalah ambisi membangun IKN di Kalimantan Timur itu sendiri. Sejak awal, kepentingan pembangunan IKN tidak ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Bahkan, pada uparaca peringatan HUT RI di IKN, warga sekitar yang notabene adalah 'pribumi' di tanah Kalimantan Timur, tidak diberikan akses untuk sekadar melihat momentum pengibaran Sang Saka Merah Putih. Hal ini menunjukan watak seorang koloni; memukim di daerah baru (Kalimantan), mempertahankan ikatan dengan tanah air (Jawa).

Watak Bernegara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun