Ciayumajakuning dan Gagasan Provinsi Cirebon Raya
Ciayumajakuning adalah singkatan dari empat kabupaten/kota di Jawa Barat, yaitu Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Wilayah ini memiliki potensi besar dalam bidang pariwisata, pertanian, industri, dan perdagangan.
Namun, selama ini wilayah ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat maupun provinsi. Oleh karena itu, muncul gagasan untuk membentuk provinsi baru yang meliputi wilayah Ciayumajakuning, yaitu Provinsi Cirebon Raya.
Ada beberapa alasan yang mendorong munculnya gagasan Cirebon Raya, di antaranya adalah:
Aspirasi masyarakat
Masyarakat Ciayumajakuning merasa memiliki identitas, budaya, dan sejarah yang berbeda dengan wilayah Jawa Barat lainnya. Mereka juga merasa kurang diwakili oleh pemerintah provinsi dalam hal pembangunan dan pelayanan publik.
Oleh karena itu, mereka menginginkan otonomi yang lebih besar untuk mengurus urusan sendiri.
Potensi ekonomi
Wilayah Ciayumajakuning memiliki potensi ekonomi yang besar, terutama dengan adanya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka, dan Pelabuhan Internasional Patimban di Subang.
Dengan menjadi provinsi sendiri, wilayah ini dapat mengelola sumber daya dan anggaran secara lebih efektif dan efisien untuk memajukan sektor-sektor strategis seperti pariwisata, pertanian, industri, dan perdagangan.
Pengembangan wilayah
Wilayah Ciayumajakuning memiliki luas wilayah yang cukup besar, yaitu sekitar 10.000 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa.
Dengan menjadi provinsi sendiri, wilayah ini dapat merencanakan dan melaksanakan pembangunan wilayah secara lebih terpadu dan terarah, sesuai dengan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah.
Sejarah Gagasan Cirebon Raya
Gagasan Cirebon Raya bukanlah hal yang baru. Sejak zaman kolonial, wilayah Ciayumajakuning sudah memiliki status khusus sebagai Residensi Cirebon, yang berada di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Residensi Cirebon meliputi empat kabupaten, yaitu Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan, serta dua kesultanan, yaitu Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Sumedang Larang.
Setelah kemerdekaan, Residensi Cirebon dibubarkan dan dimasukkan ke dalam Provinsi Jawa Barat. Namun, aspirasi untuk menjadi provinsi sendiri tidak pernah padam. Pada tahun 1950-an, muncul usulan untuk membentuk Provinsi Pasundan, yang meliputi wilayah Jawa Barat bagian barat dan tengah, termasuk Ciayumajakuning. Namun, usulan ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah pusat.
Pada tahun 1990-an, muncul kembali usulan untuk membentuk Provinsi Cirebon, yang meliputi wilayah Ciayumajakuning. Usulan ini didorong oleh tokoh-tokoh masyarakat, akademisi, dan politisi dari wilayah tersebut. Namun, usulan ini juga tidak mendapat respons positif dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Pada tahun 2000-an, usulan untuk membentuk Provinsi Cirebon kembali digaungkan, terutama dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Usulan ini juga didukung oleh beberapa hasil penelitian dan kajian yang menunjukkan bahwa wilayah Ciayumajakuning layak menjadi provinsi sendiri dari segi sosial, ekonomi, budaya, dan administrasi. Namun, usulan ini masih menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.
Meskipun memiliki banyak alasan dan sejarah, gagasan Cirebon Raya masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya adalah:
Kurangnya dukungan politik
Untuk membentuk provinsi baru, diperlukan dukungan politik yang kuat dari pemerintah pusat, DPR, dan pemerintah provinsi asal. Namun, hingga saat ini, belum ada indikasi yang menunjukkan bahwa pihak-pihak tersebut bersedia untuk mendukung gagasan Cirebon Raya.Â
Bahkan, ada beberapa pihak yang menolak atau mengkritik gagasan tersebut dengan berbagai alasan, seperti akan menimbulkan birokrasi baru, mengganggu stabilitas nasional, atau merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Kurangnya konsensus masyarakat
Untuk membentuk provinsi baru, diperlukan konsensus dan partisipasi masyarakat yang luas dan mendalam. Namun, hingga saat ini, belum ada survei atau referendum yang dilakukan untuk mengukur seberapa besar dukungan dan aspirasi masyarakat Ciayumajakuning terhadap gagasan Cirebon Raya.
Selain itu, ada juga beberapa perbedaan dan konflik kepentingan antara daerah-daerah yang terlibat dalam gagasan tersebut, seperti masalah ibu kota, pembagian sumber daya, dan representasi politik.
Kurangnya kesiapan administrasi
Untuk membentuk provinsi baru, diperlukan kesiapan administrasi yang matang dan komprehensif. Namun, hingga saat ini, belum ada rancangan undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah yang mengatur tentang pembentukan, tata cara, dan tata kelola Provinsi Cirebon Raya.
Selain itu, ada juga beberapa aspek teknis dan operasional yang perlu dipersiapkan, seperti pembentukan lembaga-lembaga pemerintahan, pembagian kewenangan, penataan anggaran, dan penyesuaian sistem informasi.
Gagasan Cirebon Raya adalah gagasan untuk membentuk provinsi baru yang meliputi wilayah Ciayumajakuning, yaitu Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.
Gagasan ini muncul karena adanya aspirasi masyarakat, potensi ekonomi, dan pengembangan wilayah yang belum terakomodasi dengan baik oleh pemerintah provinsi Jawa Barat.Â
Gagasan ini juga memiliki sejarah yang panjang, sejak zaman kolonial hingga reformasi. Namun, gagasan ini masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya dukungan politik, kurangnya konsensus masyarakat, dan kurangnya kesiapan administrasi.
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang lebih intensif dan komprehensif untuk mewujudkan mimpi Cirebon Raya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H