Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Pendidikan: Melawan Arus [Bagian 2 Selesai]

21 November 2023   01:20 Diperbarui: 10 Desember 2023   21:19 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semuanya tampak lega. Kemudian tampak langsung mengerjakan soal. Semuanya, kecuali Ibnu. Ia terkejut bukan main, ia berteriak dalam hati “Sial! Hafalan semua!”

... Kalau ia bisa membereskan semua soal mungkin hal ini tak masalah. Tapi sebenarnya dan kenyataannya ia sendiri kurang pandai dalam tes tulis. Ibnu selalu meninggalkan 2 atau 3 soal yang tidak terisi di setiap ujiannya. Itulah masalahnya. 'Lebih baik jujur, tidak bisa, daripada menyontek, dan pura-pura tahu' begitu kata-kata yang selalu ia bisikan pada hatinya sendiri, hatinya pun perlu ditegarkan. Ia sadar bahwa sikapnya berbeda, dan sedang melawan kebiasaan.

Setiap menyerahkan lembar soal ke pengawas. Perasaan ragu selalu menghampirinya. Bayangan bahwa teman-temannya akan mendapat nilai bagus dan mendapat gelar pintar, sementara ia sendiri akan dicap bodoh karena nilai yang anjlok, selalu berhasil membuatnya bimbang. ‘Melawan arus, atau mengikuti arus’.

Ibnu sendiri sebenarnya menolak cara frontal yang dilakukannya itu. Ia lebih senang mengalir, dan tak suka melawan arus. Alasannya sederhana, karena setiap sikap melawan arus itu selalu saja menyakitkan, selalu, dan selalu menyakitkan! Apalagi melihat kondisinya yang tak pandai mengerjakan ujian tulis.

Ia sendiri dikenal sebagai anak yang cukup pintar, setiap tahun ia selalu menempati peringkat 5 besar di kelas. Namun, semua itu didapat dari cara yang salah, dan kali ini ia mencoba melawan dan bertahan demi memperjuangkan sesuatu yang benar.

“Bila aku mendapat nilai buruk setidaknya itu hasil murni dariku, tapi Tuhan pasti memberikan yang terbaik, bagi hambaNya yang mencoba berbuat benar” jawab Ibnu ketika ditanya Surya perihal idealismenya itu. Ibnu sadar kata-kata itu bukanlah sekadar kata-kata yang ditujukan pada temannya, namun lebih ditujukan pada hatinya, supaya tetap tegar dalam menghadapi semua kemungkinan yang akan terjadi di depan.

Pada hari-hari berikutnya, Ibnu belajar lebih giat. Tidak menghapal, tapi berusaha untuk memahami setiap mata pelajaran, dan mengembangkan setiap materi menggunakan bahasanya sendiri. Ia pun sudah mengunci diri dari budaya menyontek, dan itu menuntutnya agar mampu belajar lebih keras.

Ujian kali ini merupakan Ujian Akhir Semester yang sangat mempengaruhi standar kenaikan kelas. Bila tidak memenuhi standar, maka kemungkinan besar harus tinggal di kelas. Ibnu berusaha keras menghindari kemungkinan paling buruk itu. 

Hari-hari penuh perjuangan telah berakhir. Setiap orang yang selama ujian sangat bergairah, dan sangat bersemangat belajar, kini kembali ke rutinitas santainya. Hari pengumuman pun telah tiba, pengumuman disebarkan melalui surat ke setiap siswa.

Surya mendapat nilai rata-rata 3,8 mendekati nilai sempurna, ia mendapat peringkat pertama di kelas. Ia memang selalu menduduki peringkat 3 besar di setiap tahunnya. Dan salah satu teman yang terkenal tidak terlalu pintar, atau mungkin bisa disebut bodoh, tahun ini mendapat peringkat ke 5! Menakjubkan! Makan apa dia selama ujian? Metode apa yang digunakannya ketika ujian? Misteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun